Friday, October 01, 2010

[Xenophobia] Johor membiasakan telingaku

Meskipun anak bungsu dari 4 bersaudara, namun aku tidak pernah dipanggil adek, karena adik-adikku banyak. Yup adik sepupuku banyak, sehingga aku lebih dikenal dengan panggilan Teteh. Si Teteh kecil, karena banyak adikku yang lebih dewasa dariku. Oleh karena itulah, aku hanya terbiasa dengan panggilan rela atau Teteh, dan terkadang Neng oleh sebagian teman SDku dan orang tuanya.

--:--
Akhir 2003.

Sesuatu hal membuatku harus berkomunikasi dengan anaknya teman Mamahku. Dia berasal dari daerah yang sama denganku, namun menyelesaikan kuliahnya di Jogja. Budaya Jogja yang santun dan penuh tatakrama membentuknya dan membiasakannya memanggil setiap orang dengan panggilan didepannya. Sehingga begitupun padaku, seseorang yang berusia jauh dibawahnya, dia memanggilku, Dek. Jengah rasanya, hingga dengan cara yang baik kukatakan, aku tidak nyaman dengan panggilan 'baru' itu, serasa masih anak kecil.


Ramadhan 2005.

Pengalaman yang luar biasa, melakukan survey ke sebuah daerah kecil di Provinsi Riau, Zamrud namanya. Kami tinggal ditempat para Insyinyur minyak tinggal kalo lagi di lapangan, apa ya namanya? Kok tiba-tiba lupa.
Selama disana, kebutuhan kamipun terpenuhi dengan baik, dari mulai makan sampai pakaian yang dicucikan. Nah, sebagai jembatan komunikasi maka seorang pemuda usia belum 20an yang kemudian sering datang menemui kami berempat. Entah itu untuk mengambil cucian, mempersilahkan makan, bahkan untuk sekedar mengambilkan hal-hal yang kecil. Dan pemuda itulah yang kemudian memanggil kami, saya dan satu teman perempuan saya dengan panggilan, 'Kaka'.
Pertama kali mendengarnya, kami merasa punya adek tiba-tiba . Maklum, kami belum tahu saat itu kalo panggilan Kaka sangat lazim untuk wanita yang belum menikah di daerah sana. Sama seperti panggilan Mbak kalo di Jawa.
Dan karena dia lebih sering memanggil saya dibandingkan dengan teman saya, jadilah saya suka diledekin ketika dia datang,
"La, tuh adik kamu datang"
Saya cuma nyengir aja saat itu. Yaa namanya juga kami tidak biasa dan tidak tahu.


Awal 2006

Dari kampus, beralih ke perumahan. Terbiasa dikampus dipanggil nama oleh orang yang lebih tua, tiba-tiba ketika bergaul disekitar rumah saya dipanggil Teteh oleh seseorang yang usianya jauh diatasku. Gatel rasanya.


Akhir 2006

Tiba - tiba seorang Bapak yang kukenal memanggilku dengan panggilan, "Bu". Oh nooo, hancurlah rasa percaya diriku


Sekitar 2006-2007

Meskipun sudah biasa orang yang tidak dikenal memanggilku Mbak, namun tidak bagi yang sudah kenal, mereka biasa memanggil nama atau Teteh. Hingga satu adek kecil memanggilku Mbak dengan permanen, dan ketika kubetulkan dengan panggilan Teteh, dia menolak dan tetap pada keputusannya


Januari & Juni 2007

Kaka iparku memanggilku, Dek. Dan adik iparku memanggilku, Mbak.
Akupun menikmatinya


September 2007

Sampailah kami di Johor, awal puasa waktu itu, hingga beberapa undangan buka bersama-pun menghampiri. Saatnya istri dari Teguh Prakoso ini berkenalan dengan tetangganya. Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka di awal aku sudah berkata pada tetangga-tetangga manisku nan baik hati.
"Nama saya Rela, saya gak mau dipanggil ibu, panggil saja Rela"
Hahaha, sebuah ultimatum di awal perjumpaan.

Meskipun di awal cerita, sudah kutuliskan bahwa aku tidak nyaman dengan berbagai panggilan kepadaku selain Rela untuk yang lebih tua, dan Teteh untuk yang lebih muda, namun berada di Johor memberiku pandangan yang beda.

Aku mulai terbiasa dipanggil Mbak bahkan oleh yang lebih tua. Aku mulai memahami perbedaan budaya. Ketika di tempatku terasa lebih akrab dengan memanggil nama atau panggilan Neng kepada yang lebih muda. Maka aku mengambil kesimpulan, bahwa di tempat lain untuk kesopanan maka panggilan Mbak adalah yang paling nyaman. Meskipun usianya jauh dibawah.

Begitupun dengan panggilan Dek, rasanya lebih hangat saat ini, tak jengah lagi. Tidak merasa seperti anak kecil, namun seperti panggilan kaka pada adeknya.

Negri Melayu apalagi, panggilan Kaka, Akak terdengar dimana-mana. Panggilan untuk seseorang yang sudah akrab, ataupun panggilan kepada seseorang yang masih lajang. Hemmh untuk kesopanan juga. Maka terbiasalah telingaku dipanggil, 'Ka'.

Bagaimana dengan panggilan Ibu? Meskipun aku sudah berulangkali menolaknya, namun panggilan kehormatan itu masih sering terdengar menyapaku. Yaa, di Johor ini aku mulai membiasakan panggilan Ibu mendahului nama asliku. Bagaimana lagi, memang diriku sudah ibu-ibu . InsyaAlloh segera memiliki dua buah hati, tentulah pantas dipanggil Ibu. Meskipun penolakan yang dulu ada itu karena merasa belum dewasa, dan tidak cukup arif untuk menyandang panggilan yang teramat mulia itu, Ibu. Maklum si ibu yang satu ini masih sering berlaku seperti anak -anak

Johor, berkumpulnya saudara-sadaraku dari berbagai suku, membukakan dan membiasakan telingaku atas panggilan-panggilan yang tak biasa sebelumnya. Akupun belajar menikmatinya, dan mengikatkan ukhuwah setelahnya. Merasa memiliki keluarga besar di negri yang jauh dari kampung halaman.

Namun, panggil saja aku Rela, itu cukup untuku


----:----
inspired by Mbak Rinda untuk ikutan lombanya Mbak Lessy kalo masih sempet

No comments: