Tuesday, September 21, 2010

[Xenophobia] 'Multiply'

Haha, bukan (hanya) karena pingin dapat hadiah dari Mbak Lessy, namun seperti yang pernah saya sampaikan di komen saya ke mbak Lessy (kalo gak salah), bahwa saya memang sangat penakut dan memiliki ragam ketakutan. Tak hanya satu, kawaaan..
Oleh karenanya, sekalian menyelam nyari mutiara, so ketakutan - ketakutan ini akan saya urai menjadi cerita-cerita. Berharap bisa menjadi pelajaran untuk yang membacanya...
aamiin ^__^

Oia saya ambil sisi ketakutan saya yang sesuai dengan Xenophobia saja ya, dimana katanya Xenophobia itu adalah ketakutan terhadap sesuatu yang asing...

Pertama, saya sering takut dan gak pede berada di tempat yang baru. Kepribadian saya berubah total. yang tadinya rame ceriwis, dan gak bisa diam, mendadak menjadi anggun dan penuh wibawa, serta irit berbicara. Ahh ini mah wajar kali ya, banyak yang mengalaminya...

Kedua, saya juga takut mencoba hal-hal yang baru.
Percayalah, bahwa saya memerlukan waktu 3 tahun untuk belajar renang. Keberhasilan saya untuk bisa mengapung di dalam air ini karena kecintaan yang luar biasa terhadap air. Kalo bukan karena motivasi cinta itu, mungkin sampai saat ini saya masih berenang dengan gaya batu.
Motivasi lainnya untuk menaklukan ketakutan terhadap hal yang baru ini adalah adanya kebutuhan yang mendesak. Contohnya saya alami sendiri.
Sewaktu kecil saya tidak berani untuk belajar menaiki sepeda. Sejuta ketakutan menyelimuti hati dan jiwa saya. Hingga sepeda cantik-pun teronggok di gudang, menyedihkan . Hingga beberapa tahun kemudian saya merasa wajib untuk bisa mengendarai motor. Karena rumah saya yang terpencil di daerah lembah, sementara usia remaja saya merasa perlu bergaul dan berbelanja kepasar, maka saya merasa harus bisa mengendarai sepeda motor.
Bayangkan, betapa sulitnya seseorang yang tidak bisa menaiki sepeda untuk belajar motor. Orang lain yang sudah mahir sepeda, hanya memerlukan satu kali jatuh untuk bisa lancar menaiki motor. Saya perlu lebih dari 3 kali jatuh untuk bisa menaiki motor dengan aman sentosa . Dan setelah bisa menaiki motor, otomatis ketika saya pinjam sepeda sepupu, saya langsung lancar menaikinya... hahahah...
Alah bisa karena kepepet, mungkin peribahasa ini cocok untuku.

Ketiga, saya takut mencoba permainan baru yang memacu adrenalin saya. Dimanapun itu, baik di tempat bermain seperti Dufan, TMII dll, ataupun ketika outbound. Pertama kali datang ke Dufan, tiket terusan saya mubazir, terbuang tak berarti. Bahkan untuk naik bom bom car dan pontang - panting saja saya tidak mau .
Lalu ternyata di lain waktu saya berhasil menaklukan hampir semua permainan baru di Dufan. Kawan mau tau kuncinya? Kuncinya karena banyak teman-teman yang ngajakin dan malu kalo gak ikutan . Yup, kebersamaan dan perasaan ingin sama dengan yang lain ternyata bisa mengalahkan ketakutan kita terhadap sesuatu yang baru.
Begitupun setiap kali ikutan outbound, muka saya akan memucat karena ketakutan yang luar biasa akan tantangan baru yang harus saya hadapi di depan. Tapi perasaan ketika akhirnya berhasil menaklukannya membuat saya jadi pencinta outbound. Dan percayalah, si penakut ini pernah ingin ikutan pecinta alam semasa SMA, namun tidak jadi karena berbagai alasan.

Keempat, hemmh apa ya? Sebentar difikir dulu? Masih banyak sebenarnya ketakutan saya pada hal yang lain, tapi itu akan membuat saya nampak lemah di mata anda . jadi saya simpan saja dulu ya..

Btw, jangan protes kalo judul tampak tidak nyambung dengan isi. Maksudnya adalah Multi phobia, tapi biar keren dan agak -agak gimanaaa gt, jadi saya plesetkan menjadi 'Multiply'

Have a nice weekend teman-teman, semoga semuanya bisa mengalahkan ketakutan anda setiap harinya....


======
Kalo masih sempat mau ikutan lomba Mbak Lessy

[Xenophobia] Tak bisa memilih

Saya tak pernah bisa memilih, untuk dilahirkan dari suku apa, ayah yang bagaimana, ibu yang seperti apa serta strata sosial yang akan melekat dalam pundak saya. Karenanya, saya belajar untuk tidak berbangga dengan apa yang melekat dalam diri saya. Namun saya senantiasa bersyukur karena Alloh melahirkan saya dengan keadaan saya seperti sekarang.

--***--

Petang itu sepulang dari negri Singa, aku hanya mampu berselonjor lemas di kursi taksi preman* yang membawa kami dari check point ke rumah.

Di awal perjalanan, Supir Taxi mulai bertanya-tanya tentang asal muasal kami. Dia tahu kami orang sebrang, dia ingin tahu lebih lagi dari daerah mana kami berasal. Tanpa ada prasangka apa-apa kami berdua yang memiliki asal muasal yang hampir sama, menjawab pertanyaan Encik Taxi dengan jujur.

Tiba-tiba dia berkata, " Ya dari daerah X (tempat dimana kami berasal) banyak wanita yang tidak baik (menjual diri)." Lalu bla bla bla...kalimat selanjutnya tidak terdengar lagi oleh telingaku, aku merasa sakit, muak dan perih....

---

Perjalanan pendek bersama suami dan teman baiknya. entah membicarakan apa mulanya. Yang kuingat teman baik itu berkata, " Keluargaku tidak mau bermantukan suku X, karena mereka cantik diluar tapi hatinya tidak baik"

Aku yang diam duduk di kursi belakang, hanya diam dan mencoba menata hati. Aku tidak merasa diri ini cantik, tapi ketika dia men-generalisir bahwa suku X hatinya tidak baik, bukankah aku termasuk di dalamnya? Bagaimana mungkin bisa mengatakan seseorang tidak baik tanpa mengenalnya terlebih dahulu.

Perih....

Kemudian suamiku berkata : "Dulu keluarga kamipun tak mau berbesan dengan suku X, soalnya iparnya kaka iparku matre"
Deg, hatiku bergedup kencang, lagi.
"Tapi sekarang tidak lagi", ujarnya menambahkan.
Aah sedikit tenang hatiku

---

Ya kuakui, memang ada wanita yang menjual diri di tempatku, sama dengan di tempat -tempat lain. Penyakit masyarakat yang harus dicari obatnya.
Namun bukankah di negri nun jauh disana yang menjadi kiblat begitu banyak orang, lebih banyak lagi wanita yang menjajakan dirinya tanoa malu - malu. Bahkan dilindungi dan diakui oleh negaranya. Tapi tak pernah sekalipun ketika mereka datang ke negri kita, kita kemudian men-genelarisir bahwa mereka wanita yang tidak baik, bukan? Bahkan kita memujanya dan berbangga hati dengan kedatangan mereka.
Tak, tak bermaksud agar kita sinis terhadap mereka. Berbuat baiklah dan hilangkan prasangka seperti adanya terhadap saudara dari negri nun jauh disana, begitupun dengan saudara dari negri sendiri

Ya, di tempatku juga ada wanita yang berwajah menawan dan berhati tidak baik. Namun bukankah di tebaran negri dimanapun akan ada saja wanita seperti itu. Tak berbatas suku dan garis negara?

Ya, di tempatku ada pula wanita yang matre, menilai sesuatu dengan uang. Namun bukankah godaan terberat wanita dimanapun adalah harta? Dan yang bisa selamat adalah orang yang mempunyai keimanan dan prinsip hidup yang kuat, tak peduli dari mana asalnya.

Meskipun budaya dan latar belakang mempengaruhi, namun bukankah setiap pribadi itu unik?
Dan saya percaya, tak ada satupun budaya yang mengajarkan seseorang untuk menjadi sampah masyarakat, bermuka manis tapi berhati buruk, ataupun mengagungkan dunia dan isinya. Hanya sebagian oknum yang tertempa dengan cara yang tak lazim yang mungkin memilikinya.

Yang kurasakan selama aku hidup di kaki gunung yang dingin dan subur itu, aku diajari untuk berlaku sopan pada sesama. Aku diajari untuk menghargai dan mensyukuri hidup yang telah Alloh karuniakan. Akupun diajari untuk senantiasa menempatkan Alloh dan RasulNya di urutan pertama.

Meski aku tidak berbangga hati dengan garis keturunan yang Alloh berikan. Namun aku senantiasa bersyukur atas ketetapaNya. Aku bersyukur dikaruniakan kedua orang tua yang sangat rasional dan proposional dalam memandang hidup. Sehingga ketika ada yang melamar anak gadisnya dari suku yang berbeda dengannya, mereka mau menerimanya, meskipun belum mengenalnya. Hanya berbekal kepercayaan bahwa anak muda itu baik agamanya dan akan menjaga buah hatinya dengan penuh amanah. Bukankah Alloh swt berfirman..
"Sesungguhnya, yang paling mulia antara kamu ialah yang paling bertakwa"(al Hujurat, 49:13)

Allahu'alam bis howab


---::---

ikutan lagi lombanya Mbak Lessy niyyy..
http://wayanlessy.multiply.com/journal/item/470/Xenophobia_Lomba_menulis_tentang_Xenophobia
Semoga masih bisa diitung, kalo nggak ya gpp.. semoga bisa ditarik hikmahnya ..^__^

=======
Taxi preman : taksi tapi menggunakan mobil pribadi bukan taxi resmi
check point : tempat imigrasi antar negara berada

[Xenophobia] Cinta Indonesia?

Tentu

--**---

Dengan kasus yang tengah memanas di tanah air saat ini, maka keberadaanku di negri jiran membawa berjuta kekhawatiran di benak keluarga dan teman-temanku, terutama kekhawatiran mereka atas keselamatanku.
Maka, sebagai WNI yang sedang merantau di negri jiran, ijinkan saya bercerita. Agar terbuka mata, agar terlapangkan hati, agar bisa berfikir lebih bijaksana, bukankah tak kenal maka tak sayang.

Jika sahabat pergi ke negri ini, maka hawa yang terasa adalah hawa indonesia. Yaa, betul. Pas pertama kalinya aku sampai ke negri ini, suamiku, si Mas bilang begini, "Dek, kita sudah sampai di luar negri lho". Aku hanya tersenyum, heuheu gak kerasa, kerasa hawanya masih hawa indonesia. Apalagi perjalanan yang ditempuh hanya beberapa jam, masih dalam itungan hari yang sama kami berada di negri tercinta, kini sudah sampai ke negri jiran.

Begitupun dengan orang-orangnya. Meskipun gaya bicara, budaya, kebiasaanya berbeda, namun kalo ditanya satu-satu asal muasalnya, maka banyak dari mereka yang berasal dari Indonesia. Bukan TKI lho, tapi warga negara malaysia yang orang tuanya asli Indonesia. Bahkan masih ada yang tiap tahun menyempatkan mudik ke Indonesia.

Sebutlah tetangga satu Labku, gadis 'melayu' keturunan Minang. Seorang yang cerdas karena bisa skip jenjang Master, dari degree langsung ke PhD. Menurutnya, hampir setiap tahun dia dan keluarga pergi ke Padang. Ibunyapun masih memasak masakan Minang. Orangtua gadis manis tersebut tinggal di KL. Namun kalo ingin bertemu dengan banyak orang (keturunan) Minang, datanglah ke Negri Sembilan, bahkan katanya di Negri Sembilan bahasanya mirip dengan bahasa Minang.

Orang Jawa? Di Johor ini banyak sekali orang (keturunan) Jawa yang masih memelihara adat-istiadat kejawaannya. Sewaktu menunggui lahirnya Wafa, si Abah kenalan sama Wak Saprin. Seorang keturunan Jawa yang masih fasih ngomong Jawa, hingga mereka berduapun ngobrol dengan bahasa Jawa. Kesenian dari Jawa berupa wayang pun masih dipertahankan oleh keluarganya. Jadi memang banyak orang (keturunan) Jawa disini yang masih memegang kuat budaya Jawanya.

Dan jika di johor ini bertemu dengan orang yang asalnya dari Pontian, atau Batu Pahat, maka ada kemungkinan dia adalah orang (keturunan) Jawa. Pergi ke pasar Awam (umum) juga banyak yang pandai bahasa Jawa. Hihihihi, suka diajak ngomong jawa juga, tapi aku ya ora iso, paling nyengir doang hehe.

Belum lagi cerita Sultan johor yang keturunan orang Bugis, ah yang ini mah gak berani bahas. Soalnya gak kenal sama si Sultan dan keluarganya hehehe.

Jadi, kalo boleh saya berkata bahwa pertalian darah kita dengan negri Jiran ini susah untuk ditarik batas pembedanya. Warna kulit yang hampir serupa, adat istiadat yang hampir sama, makanan pun banyak yang bernama sama, meskipun rasanya tentu agak berbeda. Ada rasa melayu di dalamnya, yang banyak dipengaruhi bumbu India.

Bukankah memang negri melayu dan negri yang sekarang disebut Indonesia ini pernah berada dalam satu kerajaan yang sama? Bukankah memang keterpisahan ini dikarenakan yang satu adalah jajahan Inggris dan tetangganya dijajah Belanda? Jadi siapakah yang memisahkannya menjadi dua negara yang berbeda?

Ketika berbicara tentang budaya, dua negeri bertetangga tentulah memiliki kemiripan budaya. Selain itu, ditambah dengan arus migrasi menambah kemiripan budaya tersebut. Berdasarkan cerita wak Saprin tersebut, memang benar adanya bahwa orang (keturunan) Jawa di sini masih mempertahankan kejawaanya, seperti wayang, reog dll.

Tapi bukan berarti kemudian saya setuju ketika budaya 'Reog' (dulu) diklaim. Saya tetap tidak setuju dan ikutan gerah waktu itu. Namun ketika kemudian saya berinteraksi dangan orang - orang (keturunan) Indonesia yang berada disini, sedikit banyak saya menjadi mengerti mengapa mereka merasa 'memiliki' budaya tersebut. Karena mereka memang menjaga budaya warisan leluhur mereka dengan baik. Dan langkah yang harus kita lakukan adalah menjaga budaya tersebut agar tetap dikenal sebagai budaya Indonesia, tanpa harus membatasi mereka yang ingin mengembangkan budaya tersebut. Sehingga jika masyarakat keturunan Indonesia di negri lain ingin mengembangkan dan menjaga warisan budaya leluhurnya, dunia sudah tau darimana sebenarnya asal budaya tersebut. Ya seperti barongsai, dimana ada etnis china maka barongsai pun ada, tapi dunia sudah tahu bahwa barongsai adalah milik negri tirai bambu.

Mengenai batik, memang disinipun ada batik. Namun dengan corak yang berbeda dengan corak Batik di Indonesia. Yaa sama seperti di Indonesia, batik juga berbeda -beda sesuai daerahnya. Dan disini, mereka juga mengakui bahwa batik asalnya dari Indonesia, jawa tepatnya.














Gambar batik Indonesia dari sini Gambar Batik Malaysia dari sini


Bukan, bukan berarti saya mendukung si negri jiran dalam kisah lama tentang klaim mengklaim itu. Saya setuju banget bahwa Batik harus dikukuhkan sebagai Heritage of Indonesia. Tapi sebagai produk budaya, maka mau tidak mau pesona Batik ini akan menyebar dan akan muncul batik-batik dari negri lain dengan versi yang berbeda. Dan mereka mungkin akan 'mengaku' bahwa ini batiknya, karena merasa sudah ada perubahan dalam motif dan warna sesuai dengan budaya setempat. Yaa kalo dalam paper atau journal mah, wajar kan kalo orang kemudian mengembangkan suatu metode dan mengklaim itu metodenya, selama dia tidak melupakan untuk mencantumkan si 'pembuat' mode yang pertama.

Nah memang permasalahannya waktu itu, si pembuat modifikasi ini 'lupa' atau 'terlupa' mencantumkan asal muasal si batik. Yaa, memang hal ini juga sempat membuat saya esmosi, eh emosi. Tapi setidaknya kejadian ini membuat kita aware dan segera mengukuhkan Batik sebagai Heritage of Indonesia. Bukan begitu?
So I definitely and totally agree that Batik is a heritage of Indonesia

Jadi, apa maksudku menulis panjang noroweco begini? Intinya adalah, bahwa kita Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan. Perbedaan dan perselisihan yang terjadi tentulah bisa diselesaikan dengan jalan yang baik. Yup seperti dua orang yang bersaudara, maka perselisihan adalah bumbu bertumbuhnya jiwa sang adik-kaka.

Isu yang berkembang diantara dua negara tidaklah mencerminkan masyarakatnya. Itu hanyalah petikan api dari segelintir orang yang mempunyai akses terhadap jabatan dan informasi. Orang - orang yang akan mengambil keuntungan terhadap situasi panas yang terjadi.

Seperti yang sudah saya sampaikan diatas, bahwa warga negara malaysia banyak yang berasal dari Indonesia. Mereka masih memegang teguh budayanya, masih menyempatkan untuk pulang kembali ke kampung halamannya. Ya, tepat seperti saudara jauh yang lama tidak bertemu. Kita, memiliki banyak pertalian. Bisa kau bayangkan menembak saudara sendiri? Aah tidak bagi saya.. tak akan pernah sanggup

Perselisihan itu bukan diselesaikan dengan peperangan dan permusuhan sepanjang masa.
Andaikan (naudzubillahi min dzalik) peperangan itu benar-benar terjadi demi sebuah Kedaulatan. Maka betulkah Kedaulatan itu akan kembali menjadi milik kita? Siapakah yang nanti akan diuntungkan? Peperangan akan meminta banyak 'biaya', kesedihan. luka dan juga keonaran.

Andaikan kita yang menang, apakah Kedaulatan itu kembali menjadi milik kita? (Menurutku), jika pemerintah Indonesia masih mempunyai kebijakan yang sama seperti sekarang, kurang tegas, kurang mementingkan keperluan masyarakat, dan masih sibuk dengan perut sendiri, maka peperangan itu hanya akan menjadi sebuah memori pahit saja, karena setelahnya tetap saja Kedaulatan itu akan jatuh lagi. Ketegasan sikap, keadilan dan keinginan untuk mensejahterakan rakyatnya, maka itu akan menjadi modal yang cukup baik dalam mempertahankan dan menunjukan kedaulatan Bangsa. Bukankah menurut hukum interaksi bahwa sikap seseorang terhadap kita bergantung juga cara pandang dan sikap kita terhadap diri sendiri. Maka (menurutku), tunjukan Kedaulatan itu dari dalam, dengan sikap dengan laku.

Apatah lagi jika kita kalah, maka kerusakan yang akan disisakan

Namun menang ataupun kalah, kedua negeri serumpun ini akan bersedih dan merugi. Dan tentunya fihak lain yang berkepentingan mengeruk keindahan dua negri ini yang akan tertawa lebar dan menyeringai.

Mengenai kasus TKI, sering hati ini bersedih melihat nasib para TKI yang berada di penampungan. Kebanyakan dari mereka adalah TKI yang di dzalimi oleh majikannya. Kebanyakan mereka adalah PRT, dimana akses kami, masyarakat Indonesia terhadap PRT sangat terbatas. Berbeda dengan para pekerja kilang (pabrik) yang masih memiliki kesempatan keluar dan bersosialisasi dengan masyarakat. Jika sahabat berkesempatan mengunjungi ataupun mendengar kisah mereka, aah sahabat pasti akan berurai air mata. Tapi apakah dengan ini pantas untuk membenci seluruh masyarakatnya? Bukankah di Indonesia juga banyak majikan yang kejam, dan tidak berarti seluruh masyarakat Indonesia seperti itu, bukan? Tekanan yang kuat dari pemerintah kita untuk membuat MOU tentang perlindungan para pekerja, mungkin itu bisa menjadi solusi. Keterlibatan kita, masyarakat Indonesia di negri jiran untuk memberikan bantuan hukum lewat LSM, insyaAlloh merupakan harapan. Kepedulian kita untuk mereka, membuka telinga kita agar bisa mendapat informasi tentang mereka dengan cepat. Sehingga kita juga bisa bertindak dengan tepat.

Adalagi cerita para TKI yang masuk bui dan di rotan, kebanyakan karena menjadi TKI ilegal. Aaah para pejuang yang memiliki keterbatasan ilmu dan informasi, sehingga harus menyebrang ke negri Jiran dengan cara tak halal.

Saya setuju, bahwa tidak bisa selamanya kita menyalahkan para TKI yang berstatus gelap itu. Sesuai peribahasa tak akan ada asap kalo tak ada api. Keberadaan TKI gelap itu tentunya karena keberadaan para toke yang bersedia memepekerjakan mereka. Karena denganmempekerjakan TKI ilegal, maka para toke itu terbebas dari pajak. Tentulah seharusnya jika para TKI ini dihukum, si toke harus mendapat hukuman yang lebih berat. Dan disini pula peran diplomasi dari pemerintah Indonesia untuk meminta agar dibuat undang-undang yang tegas dan adil, dimana hukuman itu bukan hanya bagi si pekerja tapi juga bagi yang mempekerjakan. Sehingga para toke ini tidak lagi berani mempekerjakan TKI ilegal, so insyaAlloh jika demand berkurang supply pun berkurang. Bukan begitu?

Bisa sahabat bayangkan? Banyak juga diantara mereka, TKI gelap itu adalah pejuang sejati yang sangat sederhana. Banyak diantara mereka yang tidak mengerti bahwa mereka masuk secara ilegal, yang mereka tau saya telah menyerahkan uang sekian J, dan akan mendapatkan kerja berbuah Ringgit. Bila ini terjadi, artinya ada penipuan dari si agen di Indonesia. Nah, disini juga pemerintah yang harus lebih selektif untuk memberikan ijin kepada agen, dan juga melakukan pengawasan yang ketat bagi si agen yang telah memiliki ijin.Karena selain kenakalan dalam hal ijin ini, banyak juga agen yang lalai dalam memberikan hak yang seharusnya diterima oleh para TKI itu.

Selain itu keterbatasan lapangan pekerjaan di Indonesia juga 'memaksa' mereka untuk bertarung di negri jiran. Ini artinya, peran pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan, agar mereka tidak perlu datang kemari. Peran kita juga untuk bisa berkarya, sehingga banyak yang bisa bekerja di negri sendiri.

Mirisnya, ketika jarak yang jauh mereka tempuh untuk mendapatkan rizki yang halal, sesampainya di tujuan mereka mendapatkan pandangan sinis. Bukan hanya dari sebagian penduduk lokal sini, namun dari (sebagian) warga Indonesia yang tinggal disinipun, kerap terjadi.

Mengapa mereka sinis? Pekerjaan rendahan, mungkin itu salah satu alasannya. Padahal serendah apapun pekerjaan itu, seharusnya tidak mengurangi kehormatan seseorang selama pekerjaannya halal.

Namun, terkadang pandangan sinis itu juga disebabkan karena perilaku mereka yang membuat banyak orang risi dan sinis. Tapi (menurutku), hal itu terjadi karena mereka belum tahu bagaimana harus bersikap. Tingkat pendidikan juga tentunya mempengaruhi tindak tanduk dan pola pikir mereka. Bukan mereka bermaksud untuk bersikap 'menyebalkan' dalam pandangan kita, tapi karena mereka tidak tahu, bahwa apa yang mereka lakukan itu membuat orang lain sebal. Bayangkan jika kita, mmh saya aja deh! Ketika saya, si ordinary people tea harus bergaul dengan kalangan Istana Buckingham, maka perilaku sayapun mungkin membuat orang Istana sinis, tertawa lebar dan berharap saya jauh-jauh dari tempat mereka berada. Huwaaa kebayang ngampung nya si Rela ini di lingkungan Istana . Tentulah tindakan saya yang membuat orang istana mencibir itu bukan disengaja, tapi karena saya tidak tahu bagaimana harus bersikap. Ingat telenovela Maria Mercedes yang legendaris itu? Yaa begitulah kurang lebih keadaanya.

Maka, tugas kitalah untuk membantu mereka agar lebih cerdas. Kita? Ya, kita. Masyarakat 'terpelajar' yang ada di negri jiran. Jadi, (menurut saya) solusinya bukan kemudian sama-sama berlaku sinis terhadap mereka, tapi berbuat baik dan membagi ilmu yang kita punya untuk mereka.

Contoh kongkritnya di johor ini adalah IKMI (Ikatan Keluarga Muslim Indonesia). IKMI ini adalah perkumpulan masyarakat Indonesia baik itu TKI maupun pelajar dan expatriate. Dimana para pelajar/expatriate ini memberikan 'bimbingan' kepada para TKI. Bimbingan tersebut berupa kajian rutin keIslaman untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para TKI. Selain itu, teman-teman TKI juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk menambah skill keorganiasasian mereka, serta sering juga mereka diberikan short course dalam berbagai keterampilan agar mereka mempunyai bekal ketika pulang nanti.
Pelatihan Montir IKMI kawasan Kulai, dengan trainer para mahasiswa UTM dan peserta para TKI

Masalah lainnya adalah ketika TKI dianggap sebagai 'penyakit masyarakat'. Ya betulan, penyakit masayarakat yang sama seperti di Indonesia. Tidak sedikit para TKI itu yang akhirnya mencari 'tambahan' dengan menjual diri. Tuntutan dan persaingan untuk mendapatkan barang mewah, ataupun gaji yang kecil tapi tuntutan dari kampung yang begitu besar memicu mereka mengambil jalan lain. Atau kadang karena pergaulan yang salah, berada diantara para TKI yang memang bekerja sampingan menjual diri.

Yup, hal ini juga membuat masyarakat setempat juga sinis.

Untuk solusinya maka pemerintah kedua negara harus bekerjasama menanganinya. Sekali lagi, tak akan ada yang berdagang kalo tak ada yang membeli. Bersedianya para TKI itu menjual dirinya, tentu karena ada permintaan. Maka hukuman untuk hal ini harus diberlakukan pada yang 'menjual' dan 'membeli'. Kitapun harus ikut bertanggung - jawab. Nah lhooo, kok kita lagi? Ya, sekali lagi sebagai seseorang yang diberikan kelebihan dari Alloh swt berupa amanah ilmu, kefahaman dan kelebihan, maka alangkah baiknya jika kita mau membaginya dengan saudara kita para TKI. Bersama-sama memperbaiki diri.

Jadi, Cinta Indonesia? Tentu.

Dengan segala keterbatasan yang saya punyai, maka saya haturkan kecintaan saya ini lewat keterlibatan saya dengan (sedikit) TKI di Johor. Mengapa sedikit? Karena saya baru mengenal sedikit, dan masih banyak kawan TKI yang belum saya kenal, dan belum terjangkau oleh IKMI.

Saya setuju dengan pendapat Aa Gym, bahwa sesuatu itu dimulai dari diri Sendiri, dari Sekarang, dan dari hal yang Kecil. Ketika kita berharap bahwa pemerintah melakukan perbaikan, maka harapan itu tak akan bergerak ketika kita diam saja. Saya bukan politisi, saya juga bukan jutawan. Yang bisa saya gerakan adalah anggota badan saya sendiri.

Karena saya seorang pelajar, maka yang bisa saya lakukan adalah memberikan sedikit ilmu yang saya punya pada mereka melalui IKMI. Berharap ada perubahan ke arah yang lebih baik. Berharap mereka mempunyai bekal ketika pulang nanti, dan tak usah kembali mencari Ringgit disini. Jika rasa rindu menyeruak diantara kami ketika kami berpisah, cukuplah rasa rindu itu terobati ketika kami bertemu di Indonesia, nanti. Bukan dengan beraharap mereka kembali kesini. Karena sesungguhnya begitu banyak ujian, cobaan dan ketidak pastian yang akan mereka hadapi disini.

Itulah bukti Cinta saya kepada negeri Indonesia tercinta. Bukan dengan berdemo mengajak perang dengan negeri Jiran, tapi berbuat sesuatu untuk memperbaiki kondisi teman-teman TKI sebisa saya. Agar mereka memiliki kehidupan yang lebih baik, InsyaAlloh.

Inilah sedikit bukti nasionalisme saya, nasionalisme yang tidak berbatas garis pembatas negeri, nasionalisme yang berdasarkan cinta dan perbaikan untuk sesama.

Dan jika sahabat bertandang ke negri ini, berjalan-jalan menyusuri tempatnya. Maka banyak hal yang bisa sahabat peroleh, dan pelajari. Tak usah sungkan untuk belajar dari negeri yang dulunya belajar dari Indonesia. Yang Memiliki Ilmu itu adalah Alloh swt, maka carilah ilmu dimanapun kita temui. Jujur, memang banyak hal yang kurang disini dan di Indonesia lebih baik, namun sebagai sebuah negeri yang tidak sempurna, maka banyak hal juga yang bisa Indonesia pelajari dari negeri jiran ini.

Sebelum terpicu dan terpancing untuk baradu jotos dengan negri serumpun, baiknya kita menyaring informasi, berpikir tenang dan panjang. Jangan biarkan media memanasi kita.

Kalaupun kita mendengar sebuah tindakan pemerintah negri Jiran yang membuat hati panas, percayalah InsyaAlloh itu bukan gambaran seluruh masyarakat disini. Masyarakat yang saya, kami kenal disini sangat baik. Ketika beberapa kali isu panas antara Indonesia dan Malaysia menyeruak, tak pernah sedikitpun mereka menyindirnya, membahasnya apalagi men-sweeping kami. Meskipun gaya berbahasa yang berbeda, namun sesungguhnya kebanyakan dari masyarakat sini ramah, senang menyapa dan bersilaturahim. Sama seperti masyarakat kita pada umumnya.

Sahabat tahu? Selepas Lebaran ini saja, banyak jemputan* Raya menghampiri kami. Menghibur kami yang tidak bisa mudik ke kampung halaman tahun ini .

Jadi jika sahabat, kawan kawan, saudara dan handai tolan mendengar ada berita miring atau isu panas menyergap dari negri Jiran. Berpikirlah tenang, cari informasi, bukan grasak grusuk ngajakin perang . Biasanya isu itu dilemparkan oleh segelintir orang, yang punya kekuasaan tentunya. Orang-orang yang tidak ingin negeri serumpun ini berseteru.

Kenalilah budayanya, masyarakatnya, maka insyaAlloh banyak kebaikan yang mereka punyai yang bisa kita ambil pelajaran. Begitupun ketika ada kebaikan dari kita, maka kita bagikan. Kita harumkan nama bangsa ini lewat pribadi-pribadi kita..

Dan ketika ada berita tentang kekejaman sebagian masyarakat sini kepada TKI kita, selain merasa sedih dan marah, maka berpikirlah rasional. Bahwa tidak semuanya seperti itu. Memang ada yang bersikap kejam, sama seperti di Indonesia ada orang yang berakhlak tidak baik. Dan yang kita hukum dan benci adalah pelakunya saja, bukan keseluruhan masyarakatnya.

Berfikir arif, tenang, dan bijak. Serta menghormati bangsa sendiri, maka insyaAlloh negara lain akan segan dan menghormati Kedaulatan negri kita. Karena terkadang, kita sendirilah yang menghancurkan Kedaulatan negri sendiri.

Allahu'alam bi showab.
Aku Indonesia

---------------------------------------------------------------------
memberanikan diri ikutan lombanya Mbak Lessy...
http://wayanlessy.multiply.com/journal/item/470/Xenophobia_Lomba_menulis_tentang_Xenophobia?replies_read=36

maaf kalo masih ada salah kata dan ucap, sebentuk cinta untuk negri yang selalu terkenang dan terpatri dalam dada, negri yang membuatku dewasa dengan segala pernak perniknya..
aaah kangeeeeeeeennn...

====
keterangan
jemputan = undangan
toke = majikan
noroweco = ngomong terus

kalo ada yang belum di translate, ngacung yaaaa!

[Xenophobia] Menikah

Menjadi ibu adalah cita-cita utama yang senantiasa bertengger dengan manis dalam benakku sedari kecil, meskipun cita-cita sampingan lainnya selalu datang dan pergi. Hingga si Rela kecil inipun mempunyai keinginan untuk menikah muda. Ya, menikah muda . Salah satunya karena berharap bisa menjadi ibu lebih cepat dan juga agar perbedaan usiaku dengan putera-puteriku nanti tidak terlalu jauh.

Usia beranjak, dan cerita tentang kehidupan nyata dalam sebuah pernikahanpun kuketahui. Entah memang orang -orang dewasa itu yang langsung bercerita padaku ataupun mereka menceritakan tentang masalah orang lain, atau cerita yang tak sengaja kudengar. Maklum, mereka menganggapku anak kecil yang tidak akan sebegitu perhatian terhadap obrolan mereka, tapi nyatanya entah kenapa kupingku selalu menangkap apa yang mereka bicarakan. Bukan bermaksud 'nguping' ya, tapi memang terdengar

Dari semua cerita yang menghampiri dan memasuki pendengaranku,hampir semuanya berisi tentang masalah. Dan dari semua masalah yang terungkap, saat itu aku mendapat kesimpulan bahwa 'Laki-laki egois, mau menang sendiri, harus selalu dituruti, dan gak mau mengakui kelebihan istrinya'

Weisssssssssss dahsyat banget ya prasangkanya. Tak bagus memang. tapi entah kenapa kesimpulan itu bertengger di kepalaku. Tak semua laki-laki tentunya, tapi sebagian besar, most of them, specially a Man form Indonesia

Sebenarnya, bagiku tidak masalah untuk ta'at terhadap siapapun selama hal yang harus kutaati itu memang layak untuk dita'ati. Tak masalah juga kalo aku harus mengalah, asal bukan mengalah untuk sesuatu yang prinsip. Yang menjadi masalah adalah, ketika keta'atan itu harus 'saklek', tanpa penjelasan yang rasional, hanya bermodalkan kata 'Istri wajib Ta'at pada suami'. Oh noo, I am not agree . Terkecuali dalam hal yang berhubungan dengan hukum agama ya, maka kuartikan keta'atan kepada suami adalah keta'atan kepada Alloh swt

Memang (kuakui) dari kecil si rela ini tidak bisa kompromi sama anak cowok yang seenaknya, mau menang sendiri, dan semena-mena. Pasti kulawan, walaupun harus sambil menangis . Seriuuusss lho, kalo tanya sama temen SDku, aku paling sering menangis, bahkan dikatakan cengeng . Kenapa? Salah satunya karena tidak mau mengalah tapi sambil air matanya keluar hehe

Nah, prototype bahwa kebanyakan lelaki itu egois, mau menang sendiri dan susah diajak berdisukusi mulai menghantui alam sadar dan bawah sadarku. Sehingga, hal ini mempengaruhi juga keinginan untuk menikah muda itu.

Coba bayangkan ketidak sinkronan ini, ingin menikah tapi takut jika sang pasangan hidup adalah lelaki yang egois dan tidak rasional, hanya mengedepankan 'kelelakiannya' saja.

Gak nyambung kan?

Mungkin akan timbul pernyataan ini, 'Pilihlah lelaki yang tidak egois, kenali dia baik-baik'.

Seberapa jauhkah kita bisa mengenal calon kita?
Berdasarkan hasil pengamatan, seberapa lamapun seseorang itu berkenalan atau berpacaran dengan calonnya, maka masa pacaran itu tidak bisa memberikan jaminan bahwa si calon sudah dikenal seutuhnya. Banyak hal -hal yang tidak terduga yang baru diketahui pasangannya setelah menikah.

Selain itu, ketika saatnya usiaku memasuki tahap pantas menikah, alhamdulillah Alloh memberikan pemahaman, bahwa pengenalan pada suami yang intensif adalah setelah akad terucap. Dalam pemahamanku, bahwa islam tidak mengenal pacaran sebelum menikah.

Kefahaman tentang tidak adanya pacaran itu juga makin menguatkan keinginanku untuk menikah muda. Karena jujur, sebagai manusia biasa sering terlintas 'iri' dalam benakku ketika melihat seseorang berpacaran. Iri karena ingin juga bisa berjalan bersama dengan seseorang, bergandengan tangan, menceritakan kisah hari-harinya kepada pasangannya, namun tentu saja dengan seseorang yang sudah halal di hadapan Alloh swt.

Namun sekali lagi, ketakutan tentang lelaki asing, seseorang nan egois masih bertengger setia dalam benaku. Jadi, meskipun keinginan menikah itu ada, namun tidak pernah terungkap, tidak pernah diusahakan, dan tidak terealisasi tentu saja. Karena diriku masih takut akan sosok lelaki asing nan egois.

Hingga ketika ada lelaki yang baik berniat baik terhadapku, wajahku memucat, berkerut dan hari-hariku menjadi muram. Ya muram, sahabatku tau tentang itu. Muram karena aku merasa bingung. Dia lelaki yang baik, tidak ada alasan untuk berkata tidak, namun hatiku dihinggapi rasa tak tenang yang begitu dalam. Hingga sahabatkupun berkata,
"Pasangan itu seperti puzzle, yang akan saling mengisi satu sama lain. Tak mestilah puzzle yang bagus yang pas dengan puzzle kita"




Monday, September 06, 2010

ibu cerewet?

haha ini mah bukan mo ikut-ikutan teh kathy .. ^___^
hanya sebagai ibu saya merasa harus sangat kritis dan cerewet atas apa yang akan saya 'berikan' pada anak saya..
baik itu makanan, minuman, tontonan, pendidikan, cara pengasuhan dsb dsb..
itulah kenapa saya banyak searching tentang anak meskipun belum menikah, saya sangat suka artikel yang menyangkut anak dari sejak dulu kala..
*siga sudah sepuh pisan kieu nya...

Meskipun tidak/belum mampu melaksanakan apa yang dianjurkan secara optimal, tapi saya berusaha.. ya berusaha...
Saya merasa tak nyaman kalo hanya mengikuti kebiasaan turun temurun, ataupun berdasarkan katanya ... katanya yang gak jelas sanadnya..
Tapi itu bukan berarti saya tidak mau enerima nasihat. Tentu saja saya terbuka menerima nasihat, tapi tentu saja saya harus tahu alasannya, manfaatnya dsb dsb..
Sebisa mungkin, saya harus tahu dan yakin mengapa saya ambil keptusan A.. atau B .. atau bahkan pun ketika saya belum mengambil keputusan..

Kenapa...???

Karena anak adalah amanah utama seorang ibu..
Jika kita mampu bersikap profesional terhadap amanah kita sebagai pegawai, student dan yang lainnya...
Bukankah kita harus lebih profesional dalam mengemban amanah kita sebagi ibu?
Karena pertanggung jawabannya apda sang Khalik, pemcipta setiap jiwa...

Jadi kata siapa kalo Ibu RT itu pekerjaan yang biasa-biasa saja?
Itu adalah amanah yang sangat agung, yang sangat besar..
Karena dari tangan ibulah akan lahir suatu generasi.. masyarakat...
Kepribadian Ibu, sedikit banyak mempengaruhi cermin kehidupan di masa selanjutnya...
Oleh karena itu, saya harus menjadi ibu yang kritis, yang cerewet, yang cerdas, yang berjuang untuk mewujudkan generasi yang baik...

Wallahu'alam bi showab...

Ayoooo Relaaaaaaaaaaaa berjuaaaaaaaaaaaaaanng !!!

**biasaaaa setelah baca blog seorang Teteh, dan juga dalam rangka menyemangati diri sendiri agar baca-baca lagi tentang baby untuk si dedek caby(calon baby)....
Maaf Nak, si Ummi sudah lupaaaa ..., harus di reset or install ulang? terlalu overload kayaknya

Thursday, September 02, 2010

wafa: 2 Tahun



assalamu'alaykum warrahmatullahi wabarakatu wafa shalihah...

hari ini genap usiamu 2 tahun ya Nak. Tak terasa sungguh tak terasa, ah si Umi jadi cirambaian begini geulis..... Cirambaian karena terharu.. hiks hiks..

Banyak banget yang ingin Ummi sampaikan, Umi tulis satu-satu yaa..

Diawali dengan weaning with Love-nya Wafa yang agak beda dari definisi selama ini. Terinspirasi dari definisi weaning with Love yang difahami selama ini (Ummi lupa source- MPnya), maka Ummi sudah membahasakan tentang menyapih ini dari sejak bulan April akhir, ketika teman sepermainannya Wafa sudah pada disapih. Waktu itu yang Ummi sampaikan bahwa Wafa sudah besar, sudah tidak boleh menyusu lagi. Teman-temannya Wafa juga sudah tidak menyusu. Wafa-pun tampak faham tak faham ya Nduk?

Kalo Ummi tidak lupa, alhamdulillah waktu itu 2 malam Wafa tidak menyusui. Namun si Ummi jadi gamang, soalnya Wafa belum genap 2 tahun, masih punya hak untuk menyusui. Jadinya ya gitu d, plin-plan. Ditambah setelahnya Wafa demam, jadi aja makin gak tega. Dan ternyata efeknya lebih parah, karena si Ummi melanggar peraturannya sendiri bahwa Wafa sudah tidak pantas nenen lagi tapi teuteup dikasi, jadinya Wafa makin histeris kalo gak dikasi nenen.

Kalo ditanya "Wafa tos ageung (Wafa sudah besar)?, maka dia ngangguk, "Tos teu nenen deui (sudah tidak menyusui lagi)?, diapun ngangguk. Tapi kalo sudah pengen menyusu, bisa histeris dan bikin luluh si Ummi. Karena produksi ASI juga yang kian menipis dan stress kali yaa sama writing, jadinya terkadang sakit kalo menyusui, sehingga si Ummi ini suka bilang begini,

"Wafa nen-na atos nya, wafa kan tos ageung, Ummina auh",

"Wafa sudah ya nenen-nya, Wafa kan sudah besar, Umminya sakit", begitu kira kira terjemahannya..

Kadang Wafa ngangguk, kadang makin gak mau melepaskan diri, harus dibujuk lama..

Karena seringnya kejadian ini, sampai pada suatu hari Wafa ber-ekting menyusui si Beri, boneka kesayangannya lalu kemudian berkata pada Beri,

"Beri, tos nya? Ateung, aauuuh", ujarnya.

"Beri sudah ya? (sudah)Besar, sakiit", sambil melepaskan Beri dari pelukannya..

Haha, sampai menyerap gitu bujukan si Ummi sama Wafa...

Sampai akhirnya, di suatu petang ketika kami jalan-jalan beli makan ke U7 terjadilah dialog antara ibu dan anak berikut ini,

"Wafa tos ageung (sudah besar)?, dan dia pun mengangguk. "Tos teu nenen deui (Sudah tidak menyusu lagi)?, kembali gadis mungil itu mengangguk, "Nyaan (betul), janji?, kata Ummi, "Iya", kata Wafa.

Sepulang dari sana si Ummi pun berfikir, Wafa berjanji, fahamkah Wafa akan makna 'janji'. Kata janji itu adalah sesuatu yang abstrak, sesuatu yang didefinisikan dengan pemahaman, tingkah dan perbuatan. Jika janji ini dengan mudah dia langgar, maka mungkin akan tepatri dalam benaknya bahwa janji boleh dilanggar, dan itu amat sangat bahaya.

Sehingga, malam itu Ummi bertekad untuk benar-benar menyapihnya. Mungkin akan sakit, tapi semoga akan memberikan bekas yang baik selama hidupnya, mematri sebuah kata janji dalam benaknya dengan baik. Aamiin..

Maka hari itu, 3 Agustus 2010 Wafa disapih. Wafa mengamuk, tentu saja. Dia tak mau minum, terus mengamuk. Awalnya tak mau Ummi peluk, namun akhirnya tertidur dalam gendongan Ummi. Tengah malam bangunpun penuh perjuangan, Ummi peluk lagi dan alhamdulillah tidur lagi. Perjuangan hampir selama seminggu, menidurkan Wafa adalah yang paling berat, karena kalo pagi dan sore Wafa bisa dialihkan dengan hal yang lain.

Alhamdulillah sekarang Wafa sudah tidak menyusui lagi, tapi masih sering tampak tergoda . Sering bilang juga, "Nenen dede?", maksudnya Nenen untuk dede bayi? Lalu Ummi berkata,"Iya, ceuceu kan sudah besar".

Atau kadang bilang mau nenen, lalu Ummi senyum dan bilang aah maluu, wafa kan sudah besar dan kemudian Wafa pun tersenyum.

Sempat timbul perasaan bersalah karena Wafa disapih belum genap 2tahun perhitungan bulan Masehi, tapi kalo dihitung dari bulan hijriyah, alhamdulillah pas 2tahun. Jadinya mengobati rasa bersalah Ummi.

Oia sejak awal proses menyapih ini, si ummi makin sering membahasakan ke Wafa kalo Wafa sudah besar, jd Ummi suka nanya,

"Wafa mau adek?", dan dijawabnya dengan anggukan yang pasti. Tapi setelahnya Wafa kemudian bilang dedek bayi sambil menunjuk ke dirinya, lalu ber-ekting jadi bayi dan minta gendong bayi. Lama-lama Ummi menyadari, mungkin yang wafa fahami bukan wafa mau punya adek, tapi wafa mau jadi adek bayi

Tapi kemaren sepulang dari klinik, si Ummi nanya lagi,

"Wafa mau punya adek?", dan lagi dijawabnya dengan anggukan.

Lalu Ummi cerita kalo di perut Ummi ada dedek bayi . Awalnya Wafa bingung. Kemudian Ummi bilang, iya di perut Ummi (insyaAlloha da dedek bayi), coba Wafa elus dan sayang...Lalu Ummi pun menunjukan buku ensiklopedia anak, dimana disana ada gambar janin didalam perut.

Lama sekali Wafa mencoba mencerna, alhamdulillah sekarang Wafa sudah bisa bilang, "dedek bayi Wafa di perut Ummi"

Waktu Ummi nelpon ke Aki untuk ngabarin (calon) dedek bayinya Wafa juga Wafanya ikutan bilang, "dedek perut Ummi", katanya

alhamdulillah, semoga makin hari dengan makin membesarnya perut Ummi nanti, Wafa makin faham yaa..

Oia, pelajaran yang Ummi ambil dari menyapih ini. Pertama harus buat milestones yang jelas, jangan terlalu lama dan terlalu mepet. Kedua juga harus tega, karena ketika kita ragu-ragu dan maju mundur, maka akan membuat anak makin rewel dan susah disapihnya. Mungkin terpatri dalam jiwa anak bahwa ibunya masih bisa dibujuk dengan tangisan dan tantrum ..

Nah nah setelah laporan menyapih dan insyaAlloh kehadiran dedek bayi baru, mari kita tuliskan perkembangan Wafa ...

Wafa sudah bisa berhitung, awalnya..

satu, dua, tilu, opat, lima, tujuh, elapan, embilan, epuluh, ebelas..

sekarang menjadi

satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, elapan, embilan, epuluh, ebelas, tiga puluh . Juga punya lagu paporit tentang angka yang nadanya ciptaan sendiri, Ummi gak bisa nyontoinnya by tulisan, tapi yang jelas nyanyinya nyebutin angka-angka gt d!

Tapi hitungan ini hanya dalam ucapan, kalo diminta menghitung ada berapa jumlah suatu benda, tentu saja Wafa akan berhitung dan kemudian meneruskan hitungannya meskipun benda yang dihitung sudah terhitung semua

Wafa sudah ingin dilibatkan dalam semua kegiatan, nyapu, ngepel, ambil makanan, pakai baju, melipat baju/mukena/sajadah, sikat gigi, membersihkan pipis dll. Pokonamah sadayana, dan biasanya diiringi kata "gak boleh", maksudnya gak boleh dibantuin

Sudah bisa diajak ngobrol dua arah dan juga membahasakan situasi yang dilihatnya. Seperti tadi malam, dilihatnya dek Umar menggulingkan badan, lalu datang Teteh mendekati dek Umar dan menggendongnya. Lalu Wafa lapor ke Ummi,

"Umaaa guling, Umaa nong Teteh", artinya "Umar terguling, Umar digendong Teteh"

Wafa juga sudah ingin mengatur, terutama sama Abahnya...

Suka bilang "abah sini, abah ayoo, abah gek (duduk) sini, abah gak boleh".. serta yang lainnya..

Jailnya juga suka keluar, menempati tempat duduk yang tadinya kami dudukin. Masuk lift lalu merentangkan tangannya, gak boleh gak boleh katanya, maksudnya gak boleh berdiri disepanjang rentangan tangannya. Lalu kami godain, berdiri justru pas di tempat yang dia bilang gak boleh, dan reaksi Wafa ketawa ketiwi d!

Kalo sama Abah ada tambahan, ketika Abah pulang malam dan bunyi pintu tanda Abah datang sudah terdengar, maka Wafa akan segera berlari ke kasur Abah dan menempatinya. Hahaha, iseng nurun ti saha iyeu teh?

Tapi kata gak boleh ini juga jadi andalan kayaknya, kalo ada kawannya mau pinjam mainan, keluar kata gak boleh. Ada mainan di tempat umum yang bekas dipakai Wafa trus yang lain mau pakai, Wafa bilang gak boleh. Seriing banget bilang gak boleh

Gimana yaaa cara menguranginya, apa karena si Ummi keseringan bilang gak boleh ya?


Oia wafa sudah mengenali kalo namanya adalah Asiah Wafa Shahidah. Sering terjadi kejadian kayak gini,

"Ini siapa?"

"Ceuceu", jawabnya,eh trus diralatnya,"Eh butan(bukan), Asiah"

"Trus ceuceu wafa mana?",

"Hmmmh", dia tampak berpikir, "ap (HP Ummi maksudnya)", atau "Pie (Lapie Ummi)". MAksunya ceceu Wafa ada di hp dan Lapie Ummi dalam bentuk rekaman

Atau sering bilang Wafa Hidah alias Wafa Shahidah.

Selain mulai mendefinisikan dirinya sebagai ceuceu, asiah, wafa, dan dedek bayi, Wafa juga suka mendefiniskan dirinya (berakting) jadi meong, lalu menyebut Ummi sebagai Ummi meong dan Abah meong . Dan mendefinisikan dirinya sebagai Wafa si meong ini cukup ampuh meredakan kerewelannya, dan tantrumnya. Apalagi kalo ditambahin gaya mengelus leher dan jentikan jari perintah mendekat. Heuheu imajinasi yang aneh..

Eh eh oia, Wafa juga udah tau kalo nama Umminya Rela dan Abahnya Teguh. Jadi suka bilang "Ummi La", tapi kalo untuk Abah teuteup "Abah ceuceu"..

Nah, di bulan Ramadhan ini tarbiyah juga untuk Wafa untuk lebih mengenal mesjid. Kalo Ummi tarawih insyaAlloh diajak. Biasanya anteng kalo ada teman mainnya, walopun teuteup bulak balik jalan ke depan Ummi. Tapi beberapa hari yang lalu sempat diajak kenalan sama seorang anak dengan cara yang tidak biasa, anak itu mukul -mukul Wafa sampai si Ummi ikutan ngalangin sambil sholat. Jadilah Wafa menangis dan minta gendong selama Ummi sholat...

Pas i'tikafpun begitu, ketika Wafa bangun, dia minta gendong.. Hiks hiks.. mungkin masih perlu waktu lagi untuk Wafa bisa memahami ya Nak..

Tapi tampaknya Wafa seneng d ikutan i'tikaf, soalnya banyak kawannya. Saking senengnya Wafa baru tidur jam 00.25, itupun karena ngantuk beratzzz. Sebelumnya dia memperhatikan terus seorang abang yang mainin selimutnya, dan tentunya tak lupa diikutin sama Wafa

Alhamdulillah Wafa cukup kooperatif, tidak terlalu sering kebangun dan nangis di malam i'tikaf yang pertama. Shalihah suka i'tikaf sayang? Yuk kita i'tikaf lagi ya Nduk. Semoga dirimu makin mencintai masjid

Selama Ramadhan ini kami sering keluar malam, hingga Wafa makin sering menikmati indahnya malam. Dia paling suka melihat bulan sabit, dan akan teriak teriak "Bulan bit", ataupun ketika melihat bintang dia berkata, "tang". Lalu Wafa pun berkata, "Bulan bit ceuceu", lalu Ummi menjawab, "Bukan, bulan sabit punya Alloh". Hingga diapun akhirnya mengetahui bulan sabit, bintang, matahari, pohon milik Alloh swt. Lalu sering terdengar ucapan, "Bulan bit Awwoh", atau "Tang Awwoh", ataupun, "Awwoh Abar (allohuAkbar)"..

Mungkin wafa belum faham makna dan hakikat Alloh, namun setidaknya Wafa mengenal kata Alloh serta mengetahui bahwa Pemilik hal-hal yang indah yang dikaguminya adalah Alloh swt.

Aamiin...


wisssshhhh panjangnya,.. heeemmh ada yang kelewat gak ya?

Apalagiii yaaa..

Oia, alhamdulillah walopun awal bereaksi dengan menangis, dengan teriak, namun ketika Ummi melarang sesuatu dan menjelaskannya, di lain waktu Wafa akan faham. Misal ketika hari hujan sehingga Wafa gak boleh main perosotan. Awalnya nangis keras dan ngamuk. Lalu Ummi bilang, kalo hari hujan, wafa bisa sakit kalo teuteup main. Dikemudian hari ketika Wafa akan main perosotan dia akan mengkonfirmasi ulang, boleh kan, hujan gak? Dan tentu saja ketika tidak hujan, Ummi ijinkan

Wafa juga sudah mulai mau memakai kerudung/topi keluar, ditambah dengan meletakan kerudung bekas pakai ke tempat khusus yang dia definisikan sebagai tempat menyimpan kerudung.(Haha, nurun ti saha nya? Si Ummina mah sok teu pararuguh nyimpen nanaon teh)

Dulu, wafa sering ogah pakai kerudung. Ummipun gak maksa, takut trauma. Selain itu juga karena Wafa sering biang keringat kalo kepanasan.

Akhir-akhir ini Ummi sering mengajak Wafa pakai kerudung or at least pakai celana panjang kalo keluar. Jangan sexy-sexy amat lah, biar membiasakan diri kalo keluar bajunya jangan terbuka.

Sekarang kadang mau kadang nggak kalo pakai kerudung. Pernah suatu hari Ummi membujuk Wafa pakai kerudung dengan mengatakan Ummi berkerudung, Bi Etri juga. Lalu Wafa menjawab, "Abah dung?". Haha abah mah laki-laki Neng, jadi gak pakai kerudung. Hehe entah faham atau tidak tentang ini..

Pernah sekali waktu ketika Wafa ngajak Ummi keluar, Ummi bilang,"Sebentar cari kerudung dulu", lalu Wafa pun ribut mau nyari kerudung untuk dipakai olehnya sendiri...

Dari sini si ummi belajar, bahwa insyaAlloh Wafa akan belajar dari lingkungannya. Saat ini Ummi tidak memaksa untuk memakai kerudung, tapi insyaAlloh kalo Wafa melihat Ummi memakai kerudung kalo keluar, maka insyaAlloh pelan-pelan pemahaman itu akan ada..

aamiin..

laporannya begitu dulu yaa, teulat pisan tapi tak apalah...

23 agustus 2 tahun yang lalu kita sama - sama berjuang agar dirimu bisa terlahir ke dunia ini, dan Allohpun mengijinkannya..

mari kita berjuang lagi sayang, berjuang agar Alloh swt mengijinkan kita berkumpul di jannahNya..

aamiin