Tuesday, April 19, 2005

Penggalan cerita

Alhamdulillah, finally , I’m back to the real word.
Hampir dua minggu kerja rodi dan hampir dua bulan hidupku berantakan.
Harus mengejar dateline untuk laporan serta perbaikan software, sebelum akhirnya dipresentasikan dan diserahkan ke perusahaan-perusahaan sponsor. Mana beberapa minggu sebelum hari H ada perubahan drastis lagi. Bikin software baru! Tubuhnya sama, isinyapun alhamdulillah sudah dikerjakan dan insyaAllah jalan walopun belum divalidasi. Tapi kan tetep, ada sejuta 'aksesoris' yang harus diubah. Tampak kecil, tapi sering kelewat. Jadi walopun udah dicicil, tetep ajah pas akhir-akhir baru ketauan salahnya. Apalagi kalo udah ga konvergen ato yang keluar bilangan imajiner. Fuih! Bingung tuh!
Alhamdulillah, akhirnya bisa ketemu tebakan awal yang lebih baik, sehingga sang angka yang “aneh” pun sejauh ini ga muncul. Tapi entah yah kalo si user-nya masukin data yang 'aneh'…hi-hi-hi…Tauk ah ga tanggung jawab. Toh sudah dikirim softwarenya! :P
Nah, karena itu semua, akhirnya selama dua minggu ini hampir tiap hari pulang malem. Terakhir sebelum hari-H bahkan baru pulang jam 10.15, pulangnya sambil agak malu tea soalnya yang lain masih nangkring buat bakar CD, karena rumahnya deket. Untung itu juga bisa pulang, hari sebelumnya, teman-temanku ga pulang. Aseli ga pulang buat nge-print laporan dan user guide. Salut deh ma mereka.
Oia balik lagi, pergi pagi pulang malam, bikin semua jadwal kacau. Tak ada satu bukupun yang dibaca, tak ada satu kalimat pun yang tertulis dengan baik, tilawah tercecer, shalat sunah tertinggal, hapalan? Apalagih. Bahkan beritapun lewat. Tapi untunglah kasus ambalat atau harga bengsin yangnaik serta kisah sang DPR yang minta naik gaji? Itumah masih dalam jangkauan. Teu kuuleun teuing lah.
Dari semua kejadian itu, kembali menakar diri. Pantaskah meng-azamkan untuk menjadi pejuang keadilan dan kebenaran, penegak kalimat Allah? Bahkan ber-azam sebagai pendiri madrasah da’wah yang melahirkan berjuta mujahid? Sementara kerjaan segitu saja sudah bikin amalan yaumian keteteran dan aktifitas berantakan .
Ya Rabbi…itulah yang membuatku ingin menangis lagi…
Pantaslah jika banyak pejuang da’wah berguguran ketika dihadapkan kedunia nyata. Padahal sayah mah mobilitasnya ga terlalu tinggi. Biasa aja, hanya saat-saat terakhir saja, tapi udah tepar kayak gini. Apalagih yang kerja beneran dan berhadapan dengan berjuta orang yang heterogen. Tapi aning, Pantas gitu? Pantaskah itu menjadi alasan bagi seseorang yang gugur di jalan da’wah. Allahu’alam, tak ada satupun alasan yang pantas, karena dari awal sudah dikatakanan bahwa jalan ini penuh tanjakan, beronak duri dan dikelilingi jalan lain yang lebih mudah dan menggoda. Dari awal Allah telah menyatakan bahwa Dialah yang membeli harta dan jiwa kita untuk berniaga di jalan ini, jadi balasan semuanya hanya bisa kita ‘tagih’ dariNya bukan dari siapa-siapa. Apakah kita akan ingkar dan melanggar perjanjian itu. Ketika ikatan itu terjadi, maka tak ada alasan yang pantas untuk menguraikannya. Mungkin semua alasan itu hanya suatu pembenaran ketika kita mulai lelah mendaki dan menyusuri jalan itu, kemudian berkata, “Ah teu nanaon sakedap mah meureun ngalih kanu jalan anu biasa-biasa oge, da cape atuh, istirahat lah sakedap”1). Ya, ketika istirahat itu memang sebentar, tapi ketika kita terlena?


Teringat sebuah cerita, tentang seorang wanita yang memperhatikan wanita lain yang menutup hijabnya dengan baik di sebuah halte. Setiap hari dia perhatikan wanita berhijab rapi itu. Sampai suatu hari, dia melihat ada yang beda dari wanita itu. Hijabnya, ya ada yang kurang dari hijabnya. Ada yang beda, hanya sedikit, tapi tampak sebagai sebuah ‘kelonggaran’ atau ‘penyesuaian’ hijabnya terhadap lingkungan yang hedonis. Dan si wanita pertama pun melihat dirinya (dulu) di wanita tersebut. Dulu dia seperti wanita itu, menutup auratnya dengan hijab yang baik, namun sedikit-sedikit dan secara perlahan-lahan, semuai terurai, terbuka dan terlepas. Naudzubillahi min dzalik….
Terlepasnya diri dari jalan da’wah itu tidak sekali jadi, tapi sedikit – sedikit dan perlahan-lahan. Bukan bukan sesuatu yang tak mungkin ketika saya bilang untuk beristirahat dengan berganti jalan, kita tidak kembali ke trek yang benar. Istirahat untuk dapat melangkah lebih tinggi? InsyaAllah itumah tak apa. Tapi istirahat dengan mencoba jalan lain yang lebih mudah. Naudzubillahi min dzalik. Ya Rabb jagalah diriku, jangan sampai terlintas dalam benaku.


Teringat lagi sebuah cerita, tentang akhwat tangguh. Bukan bermaksud mempersempit ma’na kata akhwat, hanya untuk mempermudah menerangkan tentang seorang wanita yang mempunyai pemahaman yang baik dan telah ber-azam di jalan da’wah.
Suatu siang saya ‘kesel’ karena ada seorang teman menikah dan saya tidak tau sama sekali. Ah sudahlah nanti saya tanya ke yang lain, ko bisa seeh ga ngasi tau. Iya seeh heran juga ko ga pernah ketemu atau denger kabarnya lagi ya? Ya mungkin karena sudah lulus, wajar pikirku. Akhirnya seusai makan, tak sengaja bertemu dengan adik kelas dari temanku yang menikah itu. Dan langsung dong tanpa basa-basi ku tanya padanya. Akhirnya dia menjawab, pertama biasa saja, tapi kemudian air matanya sedikit-sedikit mulai menggenangi bola matanya. Secara implisit dia bercerita bahwa temanku tadi telah mulai terlepas dari jalan da’wah. Padahal selama di kampus, dia termasuk kategori Akhwat Tangguh. Ya seorang akhwat yang militansinya tidak diragukan lagih. Perjuangannya di departemen, dimana hanya sedikit orang yang mempunyai pemahaman yang baik tentang agama. Prestasinya yang di atas rata-rata. Subhanallah semuanya yang baik tampak darinya. Terutama tentang ketangguhannya dalam perjuangan di jalan da’wah. Saya bukan teman terdekatnya, tapi cukup mengenalnya dengan sebuah prestasi yang baik. Dan kini…


Allahu’alam apa yang terjadi, saya pun tak bisa men-judge dan berburuk sangka padanya ataupun mengatakan tentang kondisi dia di hadapan Allah. Karena itu hanya Allah yang tau dan itu adalah hubungan pribadi antara dia dan Allah. Karena belum tentu keadaan saya-pun saat ini lebih baik darinya dihadapan Allah. Tapi yang saya fahami, Allah hanya memberikan satu jalan yang terbaik untuk menggapai cintaNya dan menggapai posisi tinggi dihadapanNya, yaitu berjalan di jalanNya dengan berda’wah. Allahu’alam bi shawab. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuknya.


Dari kejadian ini, membuatku kembali bercermin. Saya bukanlah akhwat tangguh, atau seorang ‘pejabat’ di kampus, atau seseorang dengan militansi yang tinggi, saya hanya seorang wanita yang sedang berjalan pelan di tanjakan ini. Pikirku, seorang akhwat tangguh sajah bisa ‘terlepas’.
Bagaimana dengan saya?
Itulah mengapa saya ingin menangis lagih… tersedu lagih…
Ya Muqalibul Qulub..jagalah hati ini dan keyakinan ini, agar tak pernah terbersit satu alasanpun untuk mencoba mencari jalan lain.
Walaupun diri ini telah merasa lelah ataupun bosan.
Rabbi, Hanya Engkaulah yang bisa menjagaku…

Oia btw…ternyata setelah kerja rodi itu, tetep ada yang salah di softwarenya. Semoga ga ada dari bapa-bapa itu yang suka nge-Blog ya! Kalo ketauan, wuah berabe tuh, apalagi yang salah properties software.
Tuh kan! Jadi sia-sia dong ninggalin semua amalan itu. Astagfirullah al adzim
.

1) Ah gak apa-apa kali pindah ke jalan yang biasa-biasa saja untuk sebentar , soalnya kan capek, istirahat lah sebentar

....sesaat setelah final meeting....

No comments: