Tuesday, September 21, 2010

[Xenophobia] Cinta Indonesia?

Tentu

--**---

Dengan kasus yang tengah memanas di tanah air saat ini, maka keberadaanku di negri jiran membawa berjuta kekhawatiran di benak keluarga dan teman-temanku, terutama kekhawatiran mereka atas keselamatanku.
Maka, sebagai WNI yang sedang merantau di negri jiran, ijinkan saya bercerita. Agar terbuka mata, agar terlapangkan hati, agar bisa berfikir lebih bijaksana, bukankah tak kenal maka tak sayang.

Jika sahabat pergi ke negri ini, maka hawa yang terasa adalah hawa indonesia. Yaa, betul. Pas pertama kalinya aku sampai ke negri ini, suamiku, si Mas bilang begini, "Dek, kita sudah sampai di luar negri lho". Aku hanya tersenyum, heuheu gak kerasa, kerasa hawanya masih hawa indonesia. Apalagi perjalanan yang ditempuh hanya beberapa jam, masih dalam itungan hari yang sama kami berada di negri tercinta, kini sudah sampai ke negri jiran.

Begitupun dengan orang-orangnya. Meskipun gaya bicara, budaya, kebiasaanya berbeda, namun kalo ditanya satu-satu asal muasalnya, maka banyak dari mereka yang berasal dari Indonesia. Bukan TKI lho, tapi warga negara malaysia yang orang tuanya asli Indonesia. Bahkan masih ada yang tiap tahun menyempatkan mudik ke Indonesia.

Sebutlah tetangga satu Labku, gadis 'melayu' keturunan Minang. Seorang yang cerdas karena bisa skip jenjang Master, dari degree langsung ke PhD. Menurutnya, hampir setiap tahun dia dan keluarga pergi ke Padang. Ibunyapun masih memasak masakan Minang. Orangtua gadis manis tersebut tinggal di KL. Namun kalo ingin bertemu dengan banyak orang (keturunan) Minang, datanglah ke Negri Sembilan, bahkan katanya di Negri Sembilan bahasanya mirip dengan bahasa Minang.

Orang Jawa? Di Johor ini banyak sekali orang (keturunan) Jawa yang masih memelihara adat-istiadat kejawaannya. Sewaktu menunggui lahirnya Wafa, si Abah kenalan sama Wak Saprin. Seorang keturunan Jawa yang masih fasih ngomong Jawa, hingga mereka berduapun ngobrol dengan bahasa Jawa. Kesenian dari Jawa berupa wayang pun masih dipertahankan oleh keluarganya. Jadi memang banyak orang (keturunan) Jawa disini yang masih memegang kuat budaya Jawanya.

Dan jika di johor ini bertemu dengan orang yang asalnya dari Pontian, atau Batu Pahat, maka ada kemungkinan dia adalah orang (keturunan) Jawa. Pergi ke pasar Awam (umum) juga banyak yang pandai bahasa Jawa. Hihihihi, suka diajak ngomong jawa juga, tapi aku ya ora iso, paling nyengir doang hehe.

Belum lagi cerita Sultan johor yang keturunan orang Bugis, ah yang ini mah gak berani bahas. Soalnya gak kenal sama si Sultan dan keluarganya hehehe.

Jadi, kalo boleh saya berkata bahwa pertalian darah kita dengan negri Jiran ini susah untuk ditarik batas pembedanya. Warna kulit yang hampir serupa, adat istiadat yang hampir sama, makanan pun banyak yang bernama sama, meskipun rasanya tentu agak berbeda. Ada rasa melayu di dalamnya, yang banyak dipengaruhi bumbu India.

Bukankah memang negri melayu dan negri yang sekarang disebut Indonesia ini pernah berada dalam satu kerajaan yang sama? Bukankah memang keterpisahan ini dikarenakan yang satu adalah jajahan Inggris dan tetangganya dijajah Belanda? Jadi siapakah yang memisahkannya menjadi dua negara yang berbeda?

Ketika berbicara tentang budaya, dua negeri bertetangga tentulah memiliki kemiripan budaya. Selain itu, ditambah dengan arus migrasi menambah kemiripan budaya tersebut. Berdasarkan cerita wak Saprin tersebut, memang benar adanya bahwa orang (keturunan) Jawa di sini masih mempertahankan kejawaanya, seperti wayang, reog dll.

Tapi bukan berarti kemudian saya setuju ketika budaya 'Reog' (dulu) diklaim. Saya tetap tidak setuju dan ikutan gerah waktu itu. Namun ketika kemudian saya berinteraksi dangan orang - orang (keturunan) Indonesia yang berada disini, sedikit banyak saya menjadi mengerti mengapa mereka merasa 'memiliki' budaya tersebut. Karena mereka memang menjaga budaya warisan leluhur mereka dengan baik. Dan langkah yang harus kita lakukan adalah menjaga budaya tersebut agar tetap dikenal sebagai budaya Indonesia, tanpa harus membatasi mereka yang ingin mengembangkan budaya tersebut. Sehingga jika masyarakat keturunan Indonesia di negri lain ingin mengembangkan dan menjaga warisan budaya leluhurnya, dunia sudah tau darimana sebenarnya asal budaya tersebut. Ya seperti barongsai, dimana ada etnis china maka barongsai pun ada, tapi dunia sudah tahu bahwa barongsai adalah milik negri tirai bambu.

Mengenai batik, memang disinipun ada batik. Namun dengan corak yang berbeda dengan corak Batik di Indonesia. Yaa sama seperti di Indonesia, batik juga berbeda -beda sesuai daerahnya. Dan disini, mereka juga mengakui bahwa batik asalnya dari Indonesia, jawa tepatnya.














Gambar batik Indonesia dari sini Gambar Batik Malaysia dari sini


Bukan, bukan berarti saya mendukung si negri jiran dalam kisah lama tentang klaim mengklaim itu. Saya setuju banget bahwa Batik harus dikukuhkan sebagai Heritage of Indonesia. Tapi sebagai produk budaya, maka mau tidak mau pesona Batik ini akan menyebar dan akan muncul batik-batik dari negri lain dengan versi yang berbeda. Dan mereka mungkin akan 'mengaku' bahwa ini batiknya, karena merasa sudah ada perubahan dalam motif dan warna sesuai dengan budaya setempat. Yaa kalo dalam paper atau journal mah, wajar kan kalo orang kemudian mengembangkan suatu metode dan mengklaim itu metodenya, selama dia tidak melupakan untuk mencantumkan si 'pembuat' mode yang pertama.

Nah memang permasalahannya waktu itu, si pembuat modifikasi ini 'lupa' atau 'terlupa' mencantumkan asal muasal si batik. Yaa, memang hal ini juga sempat membuat saya esmosi, eh emosi. Tapi setidaknya kejadian ini membuat kita aware dan segera mengukuhkan Batik sebagai Heritage of Indonesia. Bukan begitu?
So I definitely and totally agree that Batik is a heritage of Indonesia

Jadi, apa maksudku menulis panjang noroweco begini? Intinya adalah, bahwa kita Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan. Perbedaan dan perselisihan yang terjadi tentulah bisa diselesaikan dengan jalan yang baik. Yup seperti dua orang yang bersaudara, maka perselisihan adalah bumbu bertumbuhnya jiwa sang adik-kaka.

Isu yang berkembang diantara dua negara tidaklah mencerminkan masyarakatnya. Itu hanyalah petikan api dari segelintir orang yang mempunyai akses terhadap jabatan dan informasi. Orang - orang yang akan mengambil keuntungan terhadap situasi panas yang terjadi.

Seperti yang sudah saya sampaikan diatas, bahwa warga negara malaysia banyak yang berasal dari Indonesia. Mereka masih memegang teguh budayanya, masih menyempatkan untuk pulang kembali ke kampung halamannya. Ya, tepat seperti saudara jauh yang lama tidak bertemu. Kita, memiliki banyak pertalian. Bisa kau bayangkan menembak saudara sendiri? Aah tidak bagi saya.. tak akan pernah sanggup

Perselisihan itu bukan diselesaikan dengan peperangan dan permusuhan sepanjang masa.
Andaikan (naudzubillahi min dzalik) peperangan itu benar-benar terjadi demi sebuah Kedaulatan. Maka betulkah Kedaulatan itu akan kembali menjadi milik kita? Siapakah yang nanti akan diuntungkan? Peperangan akan meminta banyak 'biaya', kesedihan. luka dan juga keonaran.

Andaikan kita yang menang, apakah Kedaulatan itu kembali menjadi milik kita? (Menurutku), jika pemerintah Indonesia masih mempunyai kebijakan yang sama seperti sekarang, kurang tegas, kurang mementingkan keperluan masyarakat, dan masih sibuk dengan perut sendiri, maka peperangan itu hanya akan menjadi sebuah memori pahit saja, karena setelahnya tetap saja Kedaulatan itu akan jatuh lagi. Ketegasan sikap, keadilan dan keinginan untuk mensejahterakan rakyatnya, maka itu akan menjadi modal yang cukup baik dalam mempertahankan dan menunjukan kedaulatan Bangsa. Bukankah menurut hukum interaksi bahwa sikap seseorang terhadap kita bergantung juga cara pandang dan sikap kita terhadap diri sendiri. Maka (menurutku), tunjukan Kedaulatan itu dari dalam, dengan sikap dengan laku.

Apatah lagi jika kita kalah, maka kerusakan yang akan disisakan

Namun menang ataupun kalah, kedua negeri serumpun ini akan bersedih dan merugi. Dan tentunya fihak lain yang berkepentingan mengeruk keindahan dua negri ini yang akan tertawa lebar dan menyeringai.

Mengenai kasus TKI, sering hati ini bersedih melihat nasib para TKI yang berada di penampungan. Kebanyakan dari mereka adalah TKI yang di dzalimi oleh majikannya. Kebanyakan mereka adalah PRT, dimana akses kami, masyarakat Indonesia terhadap PRT sangat terbatas. Berbeda dengan para pekerja kilang (pabrik) yang masih memiliki kesempatan keluar dan bersosialisasi dengan masyarakat. Jika sahabat berkesempatan mengunjungi ataupun mendengar kisah mereka, aah sahabat pasti akan berurai air mata. Tapi apakah dengan ini pantas untuk membenci seluruh masyarakatnya? Bukankah di Indonesia juga banyak majikan yang kejam, dan tidak berarti seluruh masyarakat Indonesia seperti itu, bukan? Tekanan yang kuat dari pemerintah kita untuk membuat MOU tentang perlindungan para pekerja, mungkin itu bisa menjadi solusi. Keterlibatan kita, masyarakat Indonesia di negri jiran untuk memberikan bantuan hukum lewat LSM, insyaAlloh merupakan harapan. Kepedulian kita untuk mereka, membuka telinga kita agar bisa mendapat informasi tentang mereka dengan cepat. Sehingga kita juga bisa bertindak dengan tepat.

Adalagi cerita para TKI yang masuk bui dan di rotan, kebanyakan karena menjadi TKI ilegal. Aaah para pejuang yang memiliki keterbatasan ilmu dan informasi, sehingga harus menyebrang ke negri Jiran dengan cara tak halal.

Saya setuju, bahwa tidak bisa selamanya kita menyalahkan para TKI yang berstatus gelap itu. Sesuai peribahasa tak akan ada asap kalo tak ada api. Keberadaan TKI gelap itu tentunya karena keberadaan para toke yang bersedia memepekerjakan mereka. Karena denganmempekerjakan TKI ilegal, maka para toke itu terbebas dari pajak. Tentulah seharusnya jika para TKI ini dihukum, si toke harus mendapat hukuman yang lebih berat. Dan disini pula peran diplomasi dari pemerintah Indonesia untuk meminta agar dibuat undang-undang yang tegas dan adil, dimana hukuman itu bukan hanya bagi si pekerja tapi juga bagi yang mempekerjakan. Sehingga para toke ini tidak lagi berani mempekerjakan TKI ilegal, so insyaAlloh jika demand berkurang supply pun berkurang. Bukan begitu?

Bisa sahabat bayangkan? Banyak juga diantara mereka, TKI gelap itu adalah pejuang sejati yang sangat sederhana. Banyak diantara mereka yang tidak mengerti bahwa mereka masuk secara ilegal, yang mereka tau saya telah menyerahkan uang sekian J, dan akan mendapatkan kerja berbuah Ringgit. Bila ini terjadi, artinya ada penipuan dari si agen di Indonesia. Nah, disini juga pemerintah yang harus lebih selektif untuk memberikan ijin kepada agen, dan juga melakukan pengawasan yang ketat bagi si agen yang telah memiliki ijin.Karena selain kenakalan dalam hal ijin ini, banyak juga agen yang lalai dalam memberikan hak yang seharusnya diterima oleh para TKI itu.

Selain itu keterbatasan lapangan pekerjaan di Indonesia juga 'memaksa' mereka untuk bertarung di negri jiran. Ini artinya, peran pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan, agar mereka tidak perlu datang kemari. Peran kita juga untuk bisa berkarya, sehingga banyak yang bisa bekerja di negri sendiri.

Mirisnya, ketika jarak yang jauh mereka tempuh untuk mendapatkan rizki yang halal, sesampainya di tujuan mereka mendapatkan pandangan sinis. Bukan hanya dari sebagian penduduk lokal sini, namun dari (sebagian) warga Indonesia yang tinggal disinipun, kerap terjadi.

Mengapa mereka sinis? Pekerjaan rendahan, mungkin itu salah satu alasannya. Padahal serendah apapun pekerjaan itu, seharusnya tidak mengurangi kehormatan seseorang selama pekerjaannya halal.

Namun, terkadang pandangan sinis itu juga disebabkan karena perilaku mereka yang membuat banyak orang risi dan sinis. Tapi (menurutku), hal itu terjadi karena mereka belum tahu bagaimana harus bersikap. Tingkat pendidikan juga tentunya mempengaruhi tindak tanduk dan pola pikir mereka. Bukan mereka bermaksud untuk bersikap 'menyebalkan' dalam pandangan kita, tapi karena mereka tidak tahu, bahwa apa yang mereka lakukan itu membuat orang lain sebal. Bayangkan jika kita, mmh saya aja deh! Ketika saya, si ordinary people tea harus bergaul dengan kalangan Istana Buckingham, maka perilaku sayapun mungkin membuat orang Istana sinis, tertawa lebar dan berharap saya jauh-jauh dari tempat mereka berada. Huwaaa kebayang ngampung nya si Rela ini di lingkungan Istana . Tentulah tindakan saya yang membuat orang istana mencibir itu bukan disengaja, tapi karena saya tidak tahu bagaimana harus bersikap. Ingat telenovela Maria Mercedes yang legendaris itu? Yaa begitulah kurang lebih keadaanya.

Maka, tugas kitalah untuk membantu mereka agar lebih cerdas. Kita? Ya, kita. Masyarakat 'terpelajar' yang ada di negri jiran. Jadi, (menurut saya) solusinya bukan kemudian sama-sama berlaku sinis terhadap mereka, tapi berbuat baik dan membagi ilmu yang kita punya untuk mereka.

Contoh kongkritnya di johor ini adalah IKMI (Ikatan Keluarga Muslim Indonesia). IKMI ini adalah perkumpulan masyarakat Indonesia baik itu TKI maupun pelajar dan expatriate. Dimana para pelajar/expatriate ini memberikan 'bimbingan' kepada para TKI. Bimbingan tersebut berupa kajian rutin keIslaman untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para TKI. Selain itu, teman-teman TKI juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk menambah skill keorganiasasian mereka, serta sering juga mereka diberikan short course dalam berbagai keterampilan agar mereka mempunyai bekal ketika pulang nanti.
Pelatihan Montir IKMI kawasan Kulai, dengan trainer para mahasiswa UTM dan peserta para TKI

Masalah lainnya adalah ketika TKI dianggap sebagai 'penyakit masyarakat'. Ya betulan, penyakit masayarakat yang sama seperti di Indonesia. Tidak sedikit para TKI itu yang akhirnya mencari 'tambahan' dengan menjual diri. Tuntutan dan persaingan untuk mendapatkan barang mewah, ataupun gaji yang kecil tapi tuntutan dari kampung yang begitu besar memicu mereka mengambil jalan lain. Atau kadang karena pergaulan yang salah, berada diantara para TKI yang memang bekerja sampingan menjual diri.

Yup, hal ini juga membuat masyarakat setempat juga sinis.

Untuk solusinya maka pemerintah kedua negara harus bekerjasama menanganinya. Sekali lagi, tak akan ada yang berdagang kalo tak ada yang membeli. Bersedianya para TKI itu menjual dirinya, tentu karena ada permintaan. Maka hukuman untuk hal ini harus diberlakukan pada yang 'menjual' dan 'membeli'. Kitapun harus ikut bertanggung - jawab. Nah lhooo, kok kita lagi? Ya, sekali lagi sebagai seseorang yang diberikan kelebihan dari Alloh swt berupa amanah ilmu, kefahaman dan kelebihan, maka alangkah baiknya jika kita mau membaginya dengan saudara kita para TKI. Bersama-sama memperbaiki diri.

Jadi, Cinta Indonesia? Tentu.

Dengan segala keterbatasan yang saya punyai, maka saya haturkan kecintaan saya ini lewat keterlibatan saya dengan (sedikit) TKI di Johor. Mengapa sedikit? Karena saya baru mengenal sedikit, dan masih banyak kawan TKI yang belum saya kenal, dan belum terjangkau oleh IKMI.

Saya setuju dengan pendapat Aa Gym, bahwa sesuatu itu dimulai dari diri Sendiri, dari Sekarang, dan dari hal yang Kecil. Ketika kita berharap bahwa pemerintah melakukan perbaikan, maka harapan itu tak akan bergerak ketika kita diam saja. Saya bukan politisi, saya juga bukan jutawan. Yang bisa saya gerakan adalah anggota badan saya sendiri.

Karena saya seorang pelajar, maka yang bisa saya lakukan adalah memberikan sedikit ilmu yang saya punya pada mereka melalui IKMI. Berharap ada perubahan ke arah yang lebih baik. Berharap mereka mempunyai bekal ketika pulang nanti, dan tak usah kembali mencari Ringgit disini. Jika rasa rindu menyeruak diantara kami ketika kami berpisah, cukuplah rasa rindu itu terobati ketika kami bertemu di Indonesia, nanti. Bukan dengan beraharap mereka kembali kesini. Karena sesungguhnya begitu banyak ujian, cobaan dan ketidak pastian yang akan mereka hadapi disini.

Itulah bukti Cinta saya kepada negeri Indonesia tercinta. Bukan dengan berdemo mengajak perang dengan negeri Jiran, tapi berbuat sesuatu untuk memperbaiki kondisi teman-teman TKI sebisa saya. Agar mereka memiliki kehidupan yang lebih baik, InsyaAlloh.

Inilah sedikit bukti nasionalisme saya, nasionalisme yang tidak berbatas garis pembatas negeri, nasionalisme yang berdasarkan cinta dan perbaikan untuk sesama.

Dan jika sahabat bertandang ke negri ini, berjalan-jalan menyusuri tempatnya. Maka banyak hal yang bisa sahabat peroleh, dan pelajari. Tak usah sungkan untuk belajar dari negeri yang dulunya belajar dari Indonesia. Yang Memiliki Ilmu itu adalah Alloh swt, maka carilah ilmu dimanapun kita temui. Jujur, memang banyak hal yang kurang disini dan di Indonesia lebih baik, namun sebagai sebuah negeri yang tidak sempurna, maka banyak hal juga yang bisa Indonesia pelajari dari negeri jiran ini.

Sebelum terpicu dan terpancing untuk baradu jotos dengan negri serumpun, baiknya kita menyaring informasi, berpikir tenang dan panjang. Jangan biarkan media memanasi kita.

Kalaupun kita mendengar sebuah tindakan pemerintah negri Jiran yang membuat hati panas, percayalah InsyaAlloh itu bukan gambaran seluruh masyarakat disini. Masyarakat yang saya, kami kenal disini sangat baik. Ketika beberapa kali isu panas antara Indonesia dan Malaysia menyeruak, tak pernah sedikitpun mereka menyindirnya, membahasnya apalagi men-sweeping kami. Meskipun gaya berbahasa yang berbeda, namun sesungguhnya kebanyakan dari masyarakat sini ramah, senang menyapa dan bersilaturahim. Sama seperti masyarakat kita pada umumnya.

Sahabat tahu? Selepas Lebaran ini saja, banyak jemputan* Raya menghampiri kami. Menghibur kami yang tidak bisa mudik ke kampung halaman tahun ini .

Jadi jika sahabat, kawan kawan, saudara dan handai tolan mendengar ada berita miring atau isu panas menyergap dari negri Jiran. Berpikirlah tenang, cari informasi, bukan grasak grusuk ngajakin perang . Biasanya isu itu dilemparkan oleh segelintir orang, yang punya kekuasaan tentunya. Orang-orang yang tidak ingin negeri serumpun ini berseteru.

Kenalilah budayanya, masyarakatnya, maka insyaAlloh banyak kebaikan yang mereka punyai yang bisa kita ambil pelajaran. Begitupun ketika ada kebaikan dari kita, maka kita bagikan. Kita harumkan nama bangsa ini lewat pribadi-pribadi kita..

Dan ketika ada berita tentang kekejaman sebagian masyarakat sini kepada TKI kita, selain merasa sedih dan marah, maka berpikirlah rasional. Bahwa tidak semuanya seperti itu. Memang ada yang bersikap kejam, sama seperti di Indonesia ada orang yang berakhlak tidak baik. Dan yang kita hukum dan benci adalah pelakunya saja, bukan keseluruhan masyarakatnya.

Berfikir arif, tenang, dan bijak. Serta menghormati bangsa sendiri, maka insyaAlloh negara lain akan segan dan menghormati Kedaulatan negri kita. Karena terkadang, kita sendirilah yang menghancurkan Kedaulatan negri sendiri.

Allahu'alam bi showab.
Aku Indonesia

---------------------------------------------------------------------
memberanikan diri ikutan lombanya Mbak Lessy...
http://wayanlessy.multiply.com/journal/item/470/Xenophobia_Lomba_menulis_tentang_Xenophobia?replies_read=36

maaf kalo masih ada salah kata dan ucap, sebentuk cinta untuk negri yang selalu terkenang dan terpatri dalam dada, negri yang membuatku dewasa dengan segala pernak perniknya..
aaah kangeeeeeeeennn...

====
keterangan
jemputan = undangan
toke = majikan
noroweco = ngomong terus

kalo ada yang belum di translate, ngacung yaaaa!

No comments: