Tuesday, April 26, 2005

[episode lanjutan] Menikahlah!!!

Subhanallah, alhamdulillah…
Ada sedikit komen yang beragam dari postingan terakhir,
Membuat saya ingin kembali mengurai, menyusun kata. Khawatir postingan terakhir bermakna ganda :).
Apa yang saya tulis bukan hanya sekedar untuk mencegah perasaan sakit hati dari seseorang ataupun merupakan curahan hati karena saya merasa sakit hati,
Insya Allah selama Allah menjaga hati dan pemahaman saya,
Maka saya akan selalu yakin,
Bahwa Allah telah menetapkan untuk saya pendamping yang tepat pada saat yang tepat,
Tinggal bagaimana cara saya ‘menjemputnya’
Jadi tidak ada alasan untuk sakit hati, rizki orang kan beda-beda, kenapa harus sakit hati terhadap rizki orang. Toh Allah telah menetapkan rizki yang pas untuk kita.

Permasalahannya bukan disekitar rasa sakit hati ataukah tidak sakit hati.
Karena mungkin diantara berjuta orang yang belum menikah itu, ada yang lempeng saja bila ditanya tentang pernikahan. Setiap orang berbeda menyikapinya. Intinya adalah rasa empati kita atas apa yang dialami saudara-saudari kita.

Ambil contoh kasus, seorang akhwat yang sudah beranjak matang tapi Allah belum mempertemukan jodohnya. Dia pasti merasakan beban yang berat dipundaknya. Banyak tuntutan dari sekelilingnya. Dari keluarganya, tempat kerjanya juga lingkungannya. Belum lagi ditambah dengan sebutan (maaf) ‘Perawan Tua’ ataupun ucapan-ucapan lain dari sekelilingnya yang bernada sumbang atas status dirinya, yang mau tidak mau harus dia dengar. Dan dia berharap, kita sebagai saudaranya yang mempunyai pemahaman yang sama, dapat dia jadikan tempat untuk bergantung, tempat untuk beristirahat dari semua tuntutan itu. Tapi ternyata, ketika kembali bertemu dengan saudaranya di forum yang diharapkan bisa menyejukan hatinya, eh ternyata sama saja, malah tambah manasin. Tanpa sengaja menceritakan indahnya pernikahan yang dialami atau ucapan “Ayo atuh menikah, jangan tunda lagi!”. Serta banyak lagi kalimat yang menyerempet ke arah sana. Jika begini adanya, kemana lagi mereka harus mencari tempat yang tidak membebaninya dengan permasalahan pernikahan? Sehingga dia bisa kembali fokus pada permasalahan umat yang masih banyak.

Pernahkah akhy, ukhty tahu bahwa ada orang yang terlepas dari jalan da’wah karena persoalan jodoh. Yah memang setiap jalan yang diambil oleh anak adam harus dia pertanggung jawabkan sendiri tanpa bisa menyalahkan orang lain, toh keputusan akhir ada pada dirinya. Tapi apakah kita mau kalo ternyata tanpa kita sadari, kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang menjadi pemicu hingga seseorang terlepas dari jalan da’wah? Mungkin tampak tidak masuk akal, tapi itu benar terjadi. Ada seorang akhwat yang akhirnya memutuskan untuk pacaran karena tak tahan dengan tuntutan lingkungannya sehingga akhirnya sedikit demi sedikit melepaskan diri dari jalan da’wah. Sementara itu teman-teman yang sebelumnya diharapkan akan ‘membantunya’ untuk menguatkan hatinya, malah memperparah dengan selalu membicarakan tentang indahnya pernikahan tidak ditempat yang tepat.
Kasus lain, ketika kita bertemu dengan seorang akhwat yang telah mengalami beberapa kali proses, tapi tak pernah berhasil. Kemudian kita langsung memberikan sejuta nasihat tentang indahnya pernikahan atau tentang adanya fitnah jika menolak ikhwan yang baik-baik, sehingga hampir semua isi buku munakahat kita keluarkan. Tapi kita lupa untuk bertanya, ada apakah gerangan ukhty? Adakah yang salah dari calonnya? Ataupun kadang kita memaksakan, “Pikirkanlah ukhty, apa yang kurang baik dari beliau. Beliau shaleh, hapalannya sekian juz, amanahnya sekian banyak dan bla..bla..bla..bla”. Yang ada dimata kita adalah kesempurnaan sang ikhwan dan menjudge bahwa akhawat ini bodoh, ga tau diuntung, rewel dan lain sebagainya. Tanyakanlah, akan ada sebuah alasan, bahkan jika alasannyapun adalah ketidak tetapan hati, maka itu adalah sebuah alasan yang dibolehkan. Ingatlah ukhty, bahwa pernikahan ini dia yang akan menjalani, bukan kita. Kita hanya sebagai penasihat tidak lebih. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Apakah kita tega melihat dia akhirnya ‘menyerah’ untuk menikahi seseorang yang dia merasa tidak mantap, hanya karena desakan kita saudari-saudarinya?

Afwanminkum jika contohnya akhwat semua..ma’lum saya hanya menerima curhatan akhwat. Kalo kasus ikhwan? Maaph yah itumah bukan bagian saya.

Allahu’alam bi shawab

Maka berhati-hatilah. Jangan sampai kita menjadi kompor yang menyala pada saat yang tidak tepat. Bayangkan jika kita menyalakan kompor tanpa kita tau pasti untuk apa, maka bahan baker kompor itu akan terbuang sia-sia. Kasus terparah mungkin akan menimbulkan kebakaran karena ketidak tepatan kita dalam menyalakan. Tapi jika kita menyalakan kompor ketika dibutuhkan pada saat yang tepat maka masakan lezatpun akan tersaji. :)
Lagian ngapain jadi kompor, jadilah seorang sahabat seperti sebuah cermin yang akan berkata sejujurnya untuk memberikan sebuah perbaikan. Cermin tidak akan menampilkan apa-apa sebelum obyek itu berada dihadapannya. Cermin-pun tak kan men-judge penampilan kita buruk atau jelek, dia hanya akan menampilakn kita seperti apa adanya kita. Yang menilai kita jelek atau tidak adalah kesimpulan yang kita ambil sendiri dari data yang sudah cermin tampilkan.

Allahu’alam bi shawab..

Terakhir…
Jangan nyangka saya bete kalo ngomongin tentang pernikahan ya?
Apalagi tentang kabar menikahnya ukhty fillah..
Justru saya sangat bahagia jika rizki antuna semua telah tiba…
Apalagi jika saya termasuk assabiqunal awalun…
Maksudnya orang-orang pertama yang mendengar kabar tersebut..:)
Apalagi kalo dapet ‘bonus’ dengan mengetahui proses yang kalian jalani…
Karena setiap ‘proses’ yang terjadi selalu ada sejuta ibroh di dalamnya…
Serta dapat semakin menguatkan ikatan diantara helaian-helaian pemahaman saya yang mungkin sedikit-sedikit mulai terlepas…

Allahu’alam bi shawab…

** belajar dari kalian….syukran wa jazakumullah khairan katsira

No comments: