Saturday, February 04, 2006

Terinspirasi dari tulisan seorang teman
Be-PNS..mmh let me think
Awal lulus, saya ga mau jadi PNS alasannya
Pertama karena hampir 80% keluarga saya adalah PNS. Tiga orang kakaku, termasuk kakak ipar berprofesi sebagai PNS. Dengan ke-2 orangtuaku juga PNS. That is enough, isn't it? Belum lagi paman bibiku yang PNS juga, huahhhh... komposisi keluaraga yang cukup 'membosankan', karena tak ada lagi profesi lain. Rata-rata mereka sebagai guru, makanya dulu juga sebelom nyobain, males jadi guru. Tapi sekarang mah kalo jadi guru, gpp. Bay the way ... that's the first reason.
The second one is, I wanna proof to all of them ... my family of course that I can be success without being a PNS. Allah memberi rizki dari segala arah. Saat ini, keluargaku dapat hidup tenang dengan jaminan, karena jadi PNS. Selalu ada gaji, dapet pensiun. Itu karena peraturan pemerintah yang berlaku saat ini seperti itu. Tapi, bagaimana kalo peraturan itu berubah? Tentu jika alasan kita adalah kestabilan PNS, kemudian peraturannya berubah, maka kita kana kecewa, so where the loyality are?
The third one is, I didn't sure that I can still stand up with my idealism. Intinya takut terwarnai dan tidak mewarnai. Saat ini memang sudah banyak PNS yang berada di jalur yang benar, tapi masih ada stok lama. Saya? Saya gak yakin mampu berdiri dengan bersih dan masuk kedalam golongan bersih. Who knows? I'am not that good... I still learn about life...

But my dream was not only belong to me. There are a lot of people who has an expectation about who I will be. As long as it didn't contrary with my idealism of being a good slave in front of Him, I think it’s ok. Ya hidup adalah ‘milik’ kita, setiap tindakan hanya kita yang harus mempertanggungjawabkannya. Setiap jejak adalah sebuah pilihan yang diambil. Tapi tak ada salahnya membahagiakan orang-orang yang telah ‘mengorbankan’ begitu banyak hal dalam hidupnya untuk kita. Meskipun setiap tetes rizki yang kita peroleh datangnya dari Allah, tapi lewat tangan mereka rizki itu mengalir. Jika memang PNS bukan ladang terbaik bagi kita untuk mencari rizki, insyaAllah Dia akan memberikan ladang yang lain. Jika kita selalu berdoa agar tetap istiqamah di jalanNya, maka Allah akan tetap menjaga kita dan insyaAllah tak akan terwarnai. Kalopun ternyata Allah menganggap kita tak cukup kuat untuk berdiri disana dan membuat perubahan, Allah pasti akan memilihkan tempat beramal yang lain yang lebih tepat.
Allahu’alam bi shawab ...
Tetehku pernah berkata, jika kau tak mau jadi PNS dan itu bukan tempat yang tepat untukmu, pasti Dia tak akan membukakan jalanNya untukmu. Tapi at least bahagiakan mereka (orangtua- red), ikutlah mendaftar ikutlah ujian. Untuk membahagiakan ... insyaAllah salah satu bakti yang mungkin tak akan pernah cukup sampai kapanpun.
Sebenarnya mereka tak terlalu memaksa, hanya berharap. Setiap sesuatu yang menyangkut jalan hidup aku nantinya, selalu mereka kembalikan padaku. Tapi itu justru membuatku semakin merasa berhutang banyak. Hampir semua hal besar dalam hidupku, suaraku yang ‘menentukan’, walopun diawali argument, debat, usaha meyakinkan, dukungan fihak lain sampai sebuah perjanjian untuk meloloskannya, tapi selalu mereka ijinkan aku untuk memutuskan. Dari mulai SD, aku sudah mempunyai keinginan untuk sekolah dimana, hal yang tak pernah diminta dan diprotes oleh kaka-kakaku sebelumnya. SD dooang gitu lho, what the big different about it? But that’s me ... Ha ... Ha ... HA. Kemudian SMP, walopun mereka yang dominan ‘memaksa’ tapi keputusan untuk masuk MTs-pun aku yang ‘menentukan’. Mungkin saja jika aku ‘keukeuh’ untuk masuk SMP, mereka akan merelakan. Dan sampai sekarang aku tetap mensyukuri keputusan dan jalan Allah itu, untuk masuk ke madrasah. Karena begitu banyak yang tersisa dari sana yang bisa menjadi bekalku, kini. Kemudian, aku bisa sekolah SMA di Bandung-pun mereka mengijinkan. Walopun kutau begitu banyak kekhawatiran di benak orang-orang yang kukasihi. Tapi sebentuk kepercayaan dan kasih sayang cukup buat bekalku menghadapi kerasnya pergaulan di kota, alone. Sampai akhirnya masalah tempat kuliah-pun serta masalah-masalah lainnya yang lebih besar yang berpengaruh terhadap sisa hidupku, they give it to me to decide. They have an expectation, of course. Tapi selalu dan selalu akhirnya bermuara padaku untuk memutuskan.

Kini, mungkin saatnya untuk ‘mengalah’
SkenarioNya tak akan pernah salah,
Sementara membahagiakan mereka adalah sebuah kewajiban ...
Keduanya tak akan seperti mata uang ...
Tapi akan selalu beriringan, insyaAllah ...



No comments: