Saturday, June 18, 2005

lisan dan tulisan

beberapa hari yang lalu, saya mengirimkan imel ke seorang teman untuk mengklirkan misinterpretasi yang terjadi ketika chatz
waktu itu chatz nya sempat kepotong. jadi saya fikir, daripada ngegantung, mendingan diuraikan di imel saja.
Tiba-tiba lagi asik ngetik, teman kerjaku mengajak untuk pergi ke pameran buku. Wuahhh Mauuuuuuu.....
Jadi dengan terburu-buru, aku langsung menghentikan tulisanku dan 'merasa' menekan Save untuk imelku, ee ternyata menekan Send. Langsung kuStop trus Back, abis itu saya tekan (Perasaan) Save lagi. Trus langsung pergi, karena merasa udah tekan Save.
Ternyata....balik dari pameran buku, nah lho ko kekirim e-mailnya? Dua kali lagih. Huahhh Gawat..itu kan blom selesai di ktik, gimana kalo makin misinterpretasi...
Kacau nih...
Akhirnya, aku tetap meneruskan menulis imel dan mengeditnya, memperbaiki kata disana-sini dan juga menghapus kata yang setelah kupikirkan ulang ternyata tidak penting. Ataupun mengubah kalimatnya, karena merasa itu bukan maksud yang ingin kusampaikan.
Akhirnya imelku selesai dan kukirimkan.
Tak lama kemudian temanku ol, langsung aku minta beliau jangan membuka 2 imel awal.
Tapi entahlah apakah beliau membukanya atau tidak, karena setelah itu percakapan terhenti dan kuanggap misinterpretasinya sudah clear. (Hehehe asumsi banget ya!)
Dari situ, aku belajar sesuatu.
Bahwa, ada kekurangan penyampaian lisan dan tulisan.
Ketika kita menulis, kita harus sangat hati-hati. Karena intonasi kalimat kita, tidak bisa tersampaikan dengan sempurna sesuai dengan maksud yang kita inginkan. Tapi nada ucapan dari tulisan kita akan bergantng dari interpretasi pembaca. Walaupun kita sudah berusaha menuliskan tanda baca yang benar. Tapi keuntungannya, kita bisa mengedit ulang tulisan kita. Karena kadang-kadang ketika kita membacanya kembali, kita baru tersadar, oo kalimatnya salah bukan gini. Atau, ii ga penting banget deh! Hapus ah! Bahkan kita sering kali mengubah total tulisan kita, karena mungkin saat itu emosi kita sudah lebih stabil, kita lebih tenang dan bisa berfikir jernih.
Sebaliknya kalo lisan, kita tidak bisa menarik kembali apa yang sudah kita ucapkan. Hingga seringkali kita menyesalinya. Bahkan seringkali apa yang kita ucapkan menghancurkan ukhuwah yang tlah terjalin. Itulah mengapa kita harus mampu mengendalikan emosi kita dan berpikir tenang. Karena lidah tak bertulang dan lewatnya semua hal bisa terjadi. Sementara itu, keuntungan lewat lisan adalah intonasi nada bicara kita bisa jelas tersampaikan. Jadi tak ada 'tebak-tebak bergambar' dalam menginterpretasi maksud lawan bicara. Mmh, tapi ga jamin juga sih, soalnya standar nada bicara setiap orang dan setiap daerah itu berbeda. Bisa aja satu daerah nada seperti itu nada akrab, tapi daerah lain nada seperti itu marah besar. Wuahh bahasannya jadi ruwet ya?
Anyway...intinya apa ya?
Yah ...mungkin intinya harus hati-hati dalam menyampaikan segala sesuatu...
Baik lisan ataupun tulisan...
Apalagi dalam ber-blog...terutama yang di-publish
Karena, kita ga bisa ngasi syarat kemampuan berfikir dan pemahaman bagi pembaca blog kita,
Siapapun bebas membaca, seperti apapun pola berfikirnya, seperti apapun pemahamannya...
Berpendidikan atau tidak, berfikiran luas atau sempit... open minded ataupun tidak...
Apalagi jika tujuan kita berda'wah...
Kita harus lebih hati-hati...
Khawatirnya bukan berda'wah, tapi malah menyesatkan...
Allahu'alam bi shawab...
Nah yang lebih parah dari ngomong lewat lisan dan tulisan adalah chatz...
Ketika chatz, kita sering misinterpretasi dengan lawan bicara kita soal maksud kalimat yang kita tuliskan..atau dengan kata lain kita ga bisa nunjukin intonasi bicara kita yang sesungguhnya. Soalnya pernah kejadian sama saya, waktu itu saya ga maksud marah tapi lawan bicara nyangka kita marah...Repot kan?
Selain itu..jika kita udah send kalimat, kita ga bisa memperbaikinya lagi...
Jadi...ngomong lewat chatz?
Haruuus hati-hati...bangeeet...
Allahu'alam bi shawab...
udah ah..kepanjangan...
Semoga bermanfaat (*posisi hormat Jepang* ^_^)

No comments: